Sejak di Komunitas Belajar Waskita, entah mengapa, saya sangat menyukai membuat hal-hal yang berhubungan dengan tulisan. Saya mungkin tidak sangat produktif dalam menulis, tapi sangat bersemangat dan berbahagia ketika orang mau menyalurkan gagasan mereka lewat tulisan. Bagi perjalanan hidup saya ketika itu adalah mencetak 12 buku anak-anak Komunitas Belajar Waskita.
Takdirnya, ketika di Surabaya, saya juga kembali berkutat dengan dengan
tulisan dan buku. Selain di perbukuan, saya juga ikut-ikutan masuk jajaran
redaksi Majalah MAYAra. Dari sini saya belajar banyak tentang berbagai hal yang
berhubungan dengan tulisan dan publikasi. Masih banyak kekurangannya, tapi saya
bersyukur dapat menimba ilmu disini. Rasanya bahagia melihat rentatan kata
disusun dengan rapi dan menjadi berarti.
Dunia digital yang makin menguasai aktifitas manusia membuat saya
berpikiran untuk membuat sebuah platform yang berisi tulisan-tulisan yang
menarik dan berarti. Akan sangat membahagiakan jika kemudian platform ini
dibaca orang, kemudian orang bisa mengambil manfaat dari apa yang telah mereka
baca.
Keinginan itu kemudian terwujud bulan lalu (bulan Agustus), bersama dengan
penulis-penulis muda yang keren, kreatif, inovatif dan bergairah (kata terakhir
ini yang paling harus diingat). Bagaimanapun, jiwa muda lebih menghadirkan
ruang untuk menulis sesuatu yang idealis. Betapa akan sangat luar biasa ketika
semangat muda mereka yang dipadu dengan kemampuan mereka menganalisa kemudian
mewujud menjadi tulisan. Suatu fase yang suatu saat akan disadari, bahwa mereka
pernah melewati fase berpikir seperti sekarang. Bertambahnya umur akan membuat
cara dan nalar mereka berpikir tidak akan lagi sama seperti saat ini. Akan ada
perubahan-perubahan berarti. Dan tulisan ini, cara mereka berpikir dan penuangannya
pernah tersaji disini.
Ada Zaenal Abidin el-Jambey. Seorang guru yang sampai saat ini sudah
menulis beberapa buku yang diterbitkan Quanta. Ia juga mengisi berbagai kajian
keislaman di kota Surabaya. Dengan bekal itu, saya tidak ragu untuk mengajaknya
bergabung dan ikut berperan aktif menjalankan percik.id ini.
Ada Syafiq Rohman. Bos buku Makaru Makara yang tiap hari kebanjiran orderan
buku bekas di lapak facebooknya. Saya sejak kecil bersama dia. Tapi hal
tersebut tidak menyurutkan diri saya untuk merasa kagum dengan karakter dan apa
yang dia lakukan. Salah satunya dalam hal tulisan. Saya senang bagaimana
retorika dan diksinya menyuguhkan kata-kata. Dia juga yang berperan besar
berdirinya percik.id
Untuk satu orang ini, saya tidak yakin pembaca akan percaya bahwa
tulisan-tulisan yang ada atas namanya dirinya di percik.id adalah benar-benar tulisannya jika
orang itu bertemu langsung -apalagi kenal- dengan dirinya. Sama sekali tidak
meyakinkan. Tapi begitulah realitasnya, dia menulis dengan baik perkara yang
serius, meski dalam kehidupan nyatanya tidaklah demikian. Tapi tulisan
seriusnya, meski tidak selaras dengan kehidupan yang sebenarnya, harus diakui
nyata-nyata baik. Siapa lagi kalau bukan Nashrulloh.
Ada Abdul Hakim Abidin yang juga ikut urun menulis. Meski hanya sekali,
tapi itu tentu juga sumbangsih berarti. Saya berharap dia masih bersedia menulis
lagi disini. Sebab dia juga pernah menulis di alif.id dan kini tampaknya juga
sibuk dengan urusan pasca sarjananya di UIN Syarif Hidayatulloh, Jakarta. Meski
jarak membentang antara Surabaya dan Jakarta, sesungguhnya rumpun kita sama,
Desa Kedungjambe, Kecamatan Singgahan, Kabupaten Tuban juga.
Selain Syafiq, orang terdekat yang saya kagumi tulisannya adalah Mas Enggar
Amretacahya. Mungkin di jajaran penulis percik.id sampai saat ini, hanya dia yang
tidak dari Tuban.
Saya baru tahu lebih detail tentang Mas Enggar malah baru setelah dia
menulis di percik.id. Saya malah sempat mengira Mas Enggar
lulusan UGM. Eh, ketika saya telusuri dari search ajaibnya google, ternyata
lulusan ITB. Salah besar informasi saya selama ini.
Tapi itu tidak merubah ketertarikan saya pada tulisannya. Dan benar saja,
keindahan tulisannya bukan tanpa sebab. Selain lulusan ITB, Mas Enggar ternyata
juga pernah mengenyam pendidikan di Oklahoma, Amerika. Informasi yang lagi-lagi
saya tahu dari google. Betapa saya merasa aneh, info orang dekat yang bahkan
google lebih tau daripada saya.
Bayangan tentang menariknya mengumpulkan tulisan mereka, dan barangkali
penulis-penulis muda yang lain membuat semangat itu luar biasa bergejolak.
Tentu untuk mewujudkan bayangan itu, saya tidak sendiri. Ada orang-orang yang
selain ikut serta menulis, juga ikut urun materi untuk urusan ini itu.
Saya berharap, alasan, niat, dan semangat mengurusi percik.id ini tidak segera melempem dan
hilang begitu saja. Bukan hanya saya, tapi juga kontributor-kontributor lain
yang teramat besar perannya untuk percik.id
Besar harapan saya, -dengan menyandarkannya kepada Dzat yang Maha
Kuasa, percik.id bisa memberi arti dan menghiasai
khazanah keilmuan di negeri ini. Semoga percikannya menyegarkan dan
menyejukkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar