Para pecinta bola dengan cinta membara pada tanah air tentu akan kecewa luar biasa jika Indonesia tumbang dalam pertandingan. Tapi naasnya, DNA kekalahan kita lebih terasa daripada DNA juara. Harapan kemenangan kita besar, tapi yang terjadi ternyata tidak seperti itu. Kita masih saja jadi tim jago kalah.
Tampilkan postingan dengan label Esai. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Esai. Tampilkan semua postingan
Dulu, ketika persaingan Ronaldo dan Messi dalam mengabsahkan diri mereka menjadi pemain terbaik dunia, orang-orang pecinta bola sejagad ikut mengukuhkan salah satu dari meraka yang lebih pantas menyandangnya. Ya wajar kalau mengunggul-unggulkan, sekalipun toh pada proses penentuannya tak terpengaruh oleh komentar pakar di media masa, apalagi cuma komentar yang berseliweran di media sosial.
Pada “musibah” yang ditulis oleh Samuel Mulia di kolom “Parodi” Kompas (19/8), banyak sekali keluhan tentang kejadian-kejadian berderet yang menimpanya. Dengan rentetan itu, ia merasa tidak nyaman. Lantas memaparkan sedikit pelajaran, dari dominasi kesedihan dan kegelisahan yang menghinggapinya. Tapi dari rangkaian itu, pembaca menjadi tahu, bahwa tulisan berisi tentang kesedihan-kesedihan itu menjadi bacaan yang dianggap Kompas layak muat. Bahkan dimuat tiap minggu dengan genre yang kurang lebih sama. Dan sampai pada kesimpulan, untuk menjadi tulisan yang dianggap orang lain bagus, ada prosesi yang bahkan kadang berliku dan menyedihkan. Pembaca tak banyak tahu soal ini. Yang mereka tahu, tulisan jadi! Titik.
“Mutu kerja masyarakat ditentukan oleh mutu Pendidikan. Mutu pendidikan
ditentukan oleh mutu industri media, khususnya mutu penerbitan buku-buku”
Frans M Parera menyatakan hal itu untuk membuat gambaran, betapa KKG (Kelompok Kompas Gramedia) sejak awal berdiri (1960-an) telah sadar dan menempatkan buku-buku di posisi yang layak dan terhormat (KOMPAS: Menulis dari Dalam). Media menjadi memegang peran penting dalam perkembangan pikiran manusia. Kemajuan berpikir, dalam pandangan kapitalisme, adalah alat nyata untuk meningkatkan kinerja dan kualitas. Tetapi pada dasarnya, perkembangan pikiran manusia adalah faktor kunci kemajuan dalam banyak hal.
Memburu pemain sampai mendapatkannya merupakan salah ciri syahwat besar Real Madrid. Harga bukan jadi soal. Itu yang membuat deretan pemain termahal dunia, di isi oleh nama-nama dari pemain el Real. Mulai Figo, Zidane, Kaka, Ronaldo, sampai Gareth Bale. Dan terakhir, yang santer dibicarakan adalah Kyrlian Mbappe. Harga yang dipatok As Monaco mencapai 180 juta poundsterling. Harga yang jauh di atas di atas harga Pogba yang menjadi pemain termahal dunia saat ini. Pemain kewarganegaan prancis bernomor punggung 6 tersebut ditebus oleh Manchester United dengan harga 89 juta poundsterling. Dan menilik performanya musim lalu, harga Pogba tidak banyak berbicara. Ibrahimovic yang dibeli dengan status free tansfer malah menjadi icon bagi Manchester menyabet tittle juara Liga Europe.
Ia lahir di Torrejon de Ardoz. Tempat
dimana Ramon Narvaez dan Antonio Seoane pernah memberontak pemerintahan
Espartero. 1843, tepatnya. Yang 133 tahun kemudian, lahir manusia yang -- oleh
entah siapa--, diberi nama Jose Maria Gutierrez. Ia memiliki potensi besar
ketika mulai bermain sepakbola di akademi, memahat mimpi dan menapaki tangga-tangga menuju impiannya
menjadi pemain Real Madrid. Ibukota negaranya yang juga merupakan kota
kelahirannya. Ia memulai kariernya benar-benar dari dasar. Menapaki Madrid, C,
B hingga berhasil merangsek ke level senior. 19 tahun ketika itu, ia menjalani debut
melawan Sevilla, merasakan atmosfer sepakbola profesional yang ia dambakan.
Bersama Raul Gonzalez, Iker Casillas, ia menjadi pemain muda yang diharapkan
mampu membawa tonggak estafet kejayaan Los Blancos. Raul menjawab dengan
torehan 324 dari 741. Casillas menjadi penjaga gawang tak tergantikan sampai
beberapa tahun sebelum hengkang. Keduanya mendapatkan tempat yang benar-benar
layak sebagai pemain profesional di Madrid. Dan Guti?
Guti tidak pernah bisa hidup dengan tenang
bersama kemampuan dan daya magisnya yang luar biasa. Tidak ada yang meragukan
betapa jenius pemain ini dalam memberikan asisst dan menempatkan posisi bola
dengan kemampuan olah bola di atas rata-rata. Tetapi ia tidak bisa benar-benar
manjadi pemain yang mendapatkan ruang di dalam pikiran para pecinta bola.
Antonio Cassano mengatakan bahwa ia
beruntung dan bahagia pernah bermain bersama 3 pemain yang fantastis. Ronaldo,
Zidane, dan Guti. Ronaldo dan Zidane mendapatkan ruang yang layak dengan
kemampuan olah bola dan prestasi yang mereka dapat. Tapi Guti bernasib lebih
sial dari keduanya. "Guti memiliki kualitas yang fantastis. Ia berada dalam dimensi
yang lain. Guti tetap bermain bagus ketika ditempatkan di lini tengah, diberi
tugas sebagai playmaker, serta sebagai pemain sayap."
"Ia juga
pribadi yang menyenangkan. Semua orang berbicara hal-hal positif tentangnya.
Namun ia tidak konsisten. Kadang ia berlatih dengan baik. Tapi pada kesempatan
lain tidak. Ia juga tiba-tiba menghilang dari latihan dan tidak ada yang tahu
keberadaannya," ungkap Cassano.
Florentino Perez,
serta Ramon Calderon membangun Real Madrid dengan pemain bertabur bintang,
namun tetap berharap pemain akademi bisa bersaing disana. Guti menjadi salah
satu bagian dari keingin keduanya -Ramon Calderon khususnya- untuk menjadi
pemain yang tumbuh di tim yang bermarkas di Santiago Bernabeu ini. Tapi ekspektasi
tersebut, bagi Guti, tidak benar-benar menjadi nyata. Ia berada di bawah
bayang-bayang pemain yang lain. Antara gagal dan tidak. Ia menjadi pemain yang
angin-anginan soal performa. Meski tetap tidak ada yang meragukan kemampuannya.
Seperti yang
dikatakan Cassano, ia mampu memainkan peran di berbagi posisi. Tapi dari
kemampuannya itulah, ia malah tidak mendapat tempat yang layak. Ia di plot
menjadi pengganti Seedorf ketika pemain asal Belanda tersebut hengkang ke Inter
Milan. Ia diharapkan mampu mengisi posisi tengah dengan baik. Satu musim
berjalan, Guti sedang mencoba membangun dirinya menjadi seorang playmaker yang
baik, tetapi kebijakan skema pelatih berubah. Cederanya Fernando Morientes
membuat ditempatkan mengisi posisi Striker. Pun pula sebab lini tengah sudah di
isi oleh pemain termahal yang didatangkan ketika itu, Zinedine Zidane.
Di lini depan,
ia berhasil mencetak 14 goal dalam satu musim. Torehan yang cukup baik
mengingat ia bukanlah seorang striker murni. Tapi datanglah Ronaldo, mengisi
ruang yang ditinggalkan Morientes dan telah ia isi musim lalu. Maka tidak bisa
tidak, Guti harus bergeser kembali ke posisi yang lain. Hal tersebut membuatnya
gerah. Ia tidak mendapatkan ruangnya dan membiarkan talenta yang sebenarnya
muncul dari posisi yang seharusnya ia tempati. Ia merasa selalu hanya dijadikan
sebagai bayang-bayang saja.
“Semua pintu tertutup untukku. Aku berkembang
sebagai gelandang dan Zidane tiba. Aku membaik sebagai striker dan Ronaldo
tiba. Saya sekarang di tim nasional sebagai gelandang dan Beckham datang.”
Berseragam Real Madrid selama
15 tahun, Guti hampir tidak pernah mendapatkan ruangnya sendiri. Terlepas dari
sifatnya yang seringkali kontroversial, loyalitasnya pada Madrid tentu tidak
layak diragukan. Jika tidak ada perseteruan dengan Pellegrini, barangkali nomor
14 masih akan bertuliskan namanya sampai memutuskan gantung sepatu. Meski -mungkin-
juga tetap hanya sebagai bayang-bayang.
Tempo hari saya membaca beberapa
tanggapan di sebuah koran perihal sistem sensor yang dirasa aneh. Dan saya
bahagia ketika ada salah satu argumen yang dengan tegas mengatakan bahwa unsur
yang harusnya mendapat sensor bukan hanya wujud, tapi juga isi cerita.
Setidaknya sistem sensor harus fair dalam hal ini. Sensor diharapkan bisa
menjadi pressure terhadap pola berpikir dan perilaku amoral. Dan jarang
disadari bahwa isi cerita (dalam sinetron remaja khususnya) lebih berpotensi
dan mengena untuk dijadikan sebagai bahan duplikat perilaku. Jauh lebih
aplikatif dan efektif merusak, toh? Jika mau fair, seperti halnya wujud, isi
cerita juga harus mendapat perhatian.
Saya beberapa kali merasa diejek oleh
iklan Thailand. Mereka mampu membuat cerita berkualitas. Dan hal tersebut tidak hanya ada satu dua iklan saja. Ada banyak iklan Thailand membuat saya malu ketika membandingkan dengan iklan kita, apalagi sinetron kita. Setidaknya saya merasa diejek dalam dua hal.
Pertama, saya diejek dengan inspirasi
yang ada di dalam cerita.
Yang Kedua, ini yang orang sering lalai,
DURASI!
Mereka mampu menginspirasi dan
mencerahkan penonton dengan durasi cerita yang mayoritas tidak lebih dari 7 menit. Amanatnya jelas, tidak bertele-tele, dan pesan yang disampaikan mengena.
Berbanding terbalik dengan sinetron di Indonesia yang sampai ratusan bahkan
ribuan episode, tapi kejelasan cerita buruk dan minim suguhan pesan.
Iklan dan sinetron pada prinsipnya sama toh,
komersil juga. Tapi menjadi berbeda ketika topiknya soal konten. Sinetron
Indonesia yang selama ini ada seringkali tayang bertahun-tahun lamanya karena
pasar dirasa masih menginginkan. Ini yang kadang jadi pertanyaan bagi saya.
Dengan sinetron yang sekarang ada, lantas dinikmati oleh banyak itu, apakah
benar-benar dirasa bagus atau karena tak ada pilihan lain? Kita diseret oleh
industri dengan minimnya inovasi yang mereka miliki dengan menampilkan cerita
yang itu-itu saja, ataukah karena kita benar sudah benar-benar merasuk di
dalamnya?
Kecerdasan cerita sinetron adalah bagian
dari pelecut kecerdasan berpikir penonton. Cerita yang itu dan begitu saja
berpotensi menumpulkan pikiran. Kita butuh sebuah cerita yang menginspirasi
dengan cerita yang enak dinikmati.
Dan seperti yang sudah saya katakan
tadi, Thailand bisa melakukannya lewat iklan yang mereka buat. Kalau industri
pertelevisian cerdas dan mau, ini prospek besar untuk ambil bagian dalam
menginspirasi dan mencerdaskan bangsa. Kalau mau. Dan seperti dasar industri,
saya kira model sinetron seperti ini tak kalah peminat, yang artinya tetap bisa
mengalirkan fulus.
Jika sinetron kita tak bermutu, sensor
saja. Atau mungkin bahkan tak dapat iIn tayang. Kadang kita butuh ketat untuk menekan munculnya hal-hal berkelas. Kita
membutuhkan cerita antistreaming –istilah pengganti antimainstream ala
mas abu suwar- yang berkualitas.
Saya khawatir jika sinetron yang mbulet
di Indonesia seperti sekarang dan enggan berinovasi disebabkan oleh ketakutan
kehabisan ide dan tak punya cerita baru pada sinetron beikutnya. Ah, saya kira itu tak beralasan. Kita
banyak stok penulis dan berotak penuh ide. Memberdayakan para penulis untuk
ikut ambil bagian saya kira salah satu langkah tepat untuk mewujudkan sinetron
bermutu yang cukup beberapa episode saja, tapi berkualitas. Tak perlu jadi
sinetron turun temurun toh?
Ini sekaligus menjadi penghargaan kepada
penulis yang selama ini sering tidak diuntungkan dalam industri penerbitan.
Bukan hanya penulis-penulis yang baru, problem royalti juga masih sering
dirasakan oleh penulis yang sudah malang melintang di dunia literasi. Dan jika hal
ini terwujud, tentulah senyum penulis tak lagi hanya dalam cerita yang mereka
karang. Senyum itu akan benar-benar dan nyata-nyata ada, bukan hanya fiksi
belaka.
Salam
Pasca
Real Madrid membeli Ronaldo dan Kaka’ dengan harga selangit, berbagai komentar
pun tak bisa dibendung. Dua pemain dibeli di musim yang sama dengan harga yang
gila. Ketika itu, pembelian Kaka’ langsung melambungkan namanya menjadi pemain
termahal nomor 2 di dunia, berada di bawah Zinedine Zidane yang sebelumnya juga
diboyong oleh Real Madrid. Beberapa hari berselang, Real Madrid resmi mendapatkan
tanda tangan Cristiano Ronaldo dengan nilai transfer 94 euro atau senilai 1,4
triliun rupiah dan memecahkan rekor pemain termahal dunia.
Hobi
mendatangkan pemain bintang dengan gelontoran uang yang “mudah-mudah” saja
membuat Real Madrid dianggap sebagai biang keladi naiknya harga pemain. Klub berlomba-lomba
mematok harga tinggi untuk para pemainnya yang sedang mendapat tawaran klub
lain.
Terlepas
dari faktor itu, saya yang sesungguhnya adalah fans madrid amat menyayangkan
syahwat belanja pemain bintang yang berlebihan. Bukan hanya soal uang, tapi
soal kekuatan tim. Seperti ketertarikan pada De Gea yang sampai kini masih
dipelihara. Tentu sangat disayangkan, sebab performa Keylor Navas sebagai kiper
utama sudah membuktikan kemampuannya menjaga gawang salah satu tim terbesar di
dunia tersebut. Dan Kiko Casilla sebagai pelapis pun membuktikan diri mampu
mengemban tugasnya di beberapa pertandingan tatkala diberikan kesempatan
menggantikan tugas Keylor Navas.
Maka
jika kekuatan tim yang dibutuhkan, De Gea yang dibanderol dengan harga mahal
itu lebih baik dilupakan. Maksimalkan kekuatan yang sudah dimiliki. De Gea
adalah godaan yang sudah tidak lagi dibutuhkan. Toh selama ini memberikan ruang
kepada Navas bukan keputusan yang buruk. Ia membuktikan dengan performa yang
positif.
Agaknya
Real Madrid harus merombak nalar pikir transfernya, kebutuhan menjadi faktor
primer dilakukannya transfer. Menambah kekuatan tentu penting. Tapi membuang
sosok penting dalam tim yang telah memberikan kontribusi baik tentu bukan
keputusan yang arif.
Angin
segar sempat terasa ketika transfer De Gea alot. Artinya, Real Madrid hanya
punya kans kecil untuk mendatangkan pemain yang sudah hampir didapatkan musim
lalu itu. Dan Keylor Navas akan mendapatkan ruang sebagai penjaga gawang tanpa
perlu mengeluarkan uang demi membeli pemain baru untuk sebuah posisi yang sudah
tampil sangat baik. Tapi lagi-lagi Real Madrid mendesuskan isu menjengkelkan.
Bidikan penjaga gawang beralih kepada Thibaut Courtois. Amat sangat
disayangkan.
Alangkah
baiknya Real Madrid mulai melupakan transfer tak berguna. Navas adalah pilihan
terbaik saat ini. Berikan kesempatan serta waktu untuk memberikan yang terbaik
untuk el-Real. Jika esok hari ia menjadi lubang yang berpotensi mengaramkan
tim, itulah saat yang tepat untuk legal melirik pemain lain.
Tapi
saat ini, selagi Keylor Navas mampu memberikan performa yang baik, pertahankan
ia, jangan berikan ruang untuk menaruh pada orang lain yang “dirasa” lebih
baik. Sebab sebaik apapun seorang kiper yang telah Sampean beli, esok
hari, ketika ada kiper lain dengan performa baik, Sampean akan kembali
bersyahwat membelinya dan melupakan kiper terbaik yang sudah Sampean
punya.
Maka,
beri ia kesempatan dan keyakinan. Jadikan ia kiper terbaik. Dan Sampean
tak akan melirik pemain. Sebab, orang yang Sampean punya, adalah orang
terbaik dan paling pas untuk mengisi posisinya.
Tahanlah
syahwatmu,
jangan memaksakan diri menumpahkan birahi dengan membuang uang untuk
satu hal yang tak penting. Belum saatnya, suatu hari, momen yang pas
akan datang untuk mendapatkan penjaga gawang baru. Semoga untuk waktu yang
lama, dan hal tersebut, tidak sekarang!
Hala
Madrid
Saya
berulangkali menulis di blog tentang kesetiaan yang kehilangan peminat. Setidaknya
bisa penjenengan lihat di tengah masyarakat kita. Atau jika takdirnya sampean
adalah pecinta tulisan, bisa sampean cek di facebook, blog, atau buku
yang makin marak cerita tentang ketidaksetiaan dalam cinta. Bukan suatu hal yang
sulit. Atau bahkan sampean sudah sering menjadi korban curhat
orang-orang yang dilanda virus ketidaksetiaan. Tapi semoga bukan sampean
yang menjadi korban, apalagi menjadi pelaku.
Sesungguhnya
tidak-setia lebih kompleks dari sekedar dua sepasang kekasih yang sama-sama
jatuh hati, lantas pada satu kesempatan, salah satu dari mereka (atau bahkan
kedua-duanya) memilih untuk menelikung dan menggaet pasangan lain. Sebab dalam
politik, ketidaksetiaan juga tak kurang peminat. Orang-orang yang berlompatan
dari satu partai, ke partai lain. Yang kawan jadi lawan, yang lawan jadi kawan.
Yang tahun lalu berkoalisi dan gandeng-rentang kemana-mana, pada
pemilihan berikutnya dijelek-jelekkan habis-habisan kinerjanya, lantas duduk
bersama koalisi yang lain. Apa nggak hancock?
Tapi
yakinlah, bahwa orang-orang setia dan memberikan seluruh hati, punya potensi
terus dicintai tinggi. Faktanya, mas, mbak, ada orang yang sudah dikhianati,
tapi masih saja menaruh hati. Mereka memilih gagal move-on dan tetap memendam
cinta dalam-dalam. Maka bisa sampean bayangkan, yang sudah mengkhianati
saja masih dicintai, apalagi jika memilih setia. (ini kasuistis)
Dalam
dunia sepakbola, contoh tidak-setia juga tak kalah berwarna. Luis Figo pernah menusukkan
belati dengan mengkhianati Barcelona dan para fansnya ketika pindah ke Real
Madrid yang notabene adalah musuh bebuyutan. Walhasil, boneka kepala
babi melayang ke lapangan ketika Luis Figo bertemu sang mantan. Pendukung Barca
murka! Tentu sampean juga akan ngeri bila tiba-tiba Messi memilih Real
Madrid menjadi pelabuhan masa depannya! Menjalin cinta di atas lapangan dengan
Cristiano Ronaldo. Dan itu bukan tak mungkin.
Karena
ada pontensi pengkhianatan yang tidak terduga itulah, mas, mbak. Orang-orang
yang setia dalam klub menjadi amat begitu dicintai oleh Fans. Steven Gerrard
ketika memilih hengkang dari Andfield mendapatkan aplause dari para fansnya
yang masih cinta. Alex Ferguson yang menukangi Manchester United selama 27 tahun
lantas memilih pensiun hampir saja tidak kuat menahan air mata karena gemuruh
old traford, bersama isak fans MU yang tak berbendung.
Sampean
barangkali
ndak percaya bahwa ada sosok yang masih sering bermain, tapi masih pula senantiasa
mendapat aplause dan penghormatan. Masih ada di jaman ini. Dan fadhilah itu
adalah sebab kesetiaannya, beliau adalah Francesco Totti. Tempo hari, ketika AS
Roma menjamu Fiorentina, Totti masuk sebagai pemain pengganti, dan ternyata
aplause fans masih begitu bergemuruh untuk beliau. Subhanalloh. Di luar
dugaan saya. Pengeran Roma yang barangkali sudah kehilangan kemampuan terbaik
itu masih begitu dicintai oleh fans. Dan subhanalloh-nya, Totti masih
memilih setia kepada Roma meski sudah tak lagi menjadi pilihan utama.
Totti
adalah sampel kecil dari keniscayaan hidup dalam ruang cinta dan setia. Ada banyak
kejadian di luar sepakbola yang juga perlu memproklamirkan setia sebagai habbits.
Setia adalah bagian dari kebaikan yang perlu dibudidayakan agar tetap lestari.
Akan sampean rasakan betapa setia dan cinta yang menyatu akan menjadi paduan
keindahan yang membuat sampean terkagum-kagum.
Tak
perlu sampean rasakan, betapa perihnya setia yang terkhianati. Sebab itu ada
dan nyata. Tapi rasakanlah setia dalam cinta yang akan membuat sampean tersenyum
bahagia, dalam keadaan ada, dan nyata.
Salam
Sebelumnya saya minta maaf ya, mbak. Mbak Dhina yang
saya hormati dan luhur budi pekertinya. Saya benar-benar kaget mbak, kaget
bukan buatan. Sekali lagi maaf mbak, saya lancang membuat tulisan begini.
Apalagi saya ndak kenal sampean. Semoga tulisan ini bikin embak
bisa muda lagi karena tertawa dengan kerancuan tulisan buah tangan saya ini.
Jangan dibuat serius ya mbak, biar tidak nampak lebih tua.
Kemarin saya lihat berita di koran KOMPAS rubrik SOCA
halaman 17 edisi Minggu 8 November 2015. Seperti minggu-minggu biasanya, SOCA
menampilkan sosok perempuan-perempuan yang dinilai hebat. Dan dilalah, sampeanlah
yang mengisi rubrik itu. Nadhilah Dhina Shabrina. Ada tiga foto sampean
yang terpajang. Foto itulah mbak, yang bikin saya terenyuh lantas menulis ini.
Biasanya saya ndak begitu respect untuk review rubrik kaum pemilik hormon
estrogen tinggi ini. Tapi kali ini, beruntunglah sampean mbak, hati saya
tergerak untuk menulisnya, sebab foto sampean.
Sebab foto itu, mbak. Saya kira sampean adalah
perempuan berumur. Maafkanlah daku, mbak. Saya kira sudah sekitar 35
atau 38 tahun. Tapi betapa kaget bukan kepalangnya saya setelah baca perjalanan
karir dan umur sampean yang ternyata baru 22 tahun. Masya Alloh.
Mengantisipasi saya yang, jujur saja, sesungguhnya agak
buta warna dan berpotensi salah membaca umur, bertanyalah saya kepada teman saya,
dengan menutupi kode umur.
“Berapa umurnya?”
“45” katanya. Lebih tua dari prasangka saya.
“Benar?” Tanya saya meyakinkan.
“Eh, 40 ya?” jawabnya mulai ragu. Sampean
dapat sedikit diskon.
“Yang benar!” Gertak saya.
“iya, 40. Iya, yakin.” fix. 40.
Karena jawabannyaa sudah fix, saya bukalah kode
umurnya, raut wajahnya berubah.
“Kok kelihatan tua, ya?” komentarnya.
Maka mendesahlah saya, desahan syukur, insting
membaca umur saya masih tajam. Ternyata saya punya teman yang setuju bahwa wajah
mbak Dhina terlalu boros untuk umur mbak yang baru 22 tahun, hanya satu tahun
di atas saya. Dan itu tanda bahwa mata saya, meski agak buta warna, masih bisa
menilai umur dengan melihat wajah.
Sebagai seorang Miss Scuba (self-contained
underwater breathing apparatus) Indonesia 2015 yang erat kaitanya dengan
laut dan seisinyalah yang barangkali membuat sampean begitu terlihat
tua. Itu analisis saya, mbak. Saya ndak tau, barangkali mbak punya
masalah lain yang lebih pening dan menjadi faktor tuanya wajah sampean.
Tapi mbak, jika mbak membutuhkan, dada saya siap untuk menjadi sandaranmu,
mbak. Barangkali mampu membuatmu kembali nampak lebih muda. Ahahahahaha.
Mbak Dhina yang nampak tua yang tapi tetap nampak
cantik, barangkali wajah itu merupakan kandungan dari tumpukan tugas yang
selama ini sudah sampean emban. Sebagai miss scuba, sampean
berperan penting dalam mempromosikan olahraga selam dan konservasi kelautan di
seluruh dunia. Apalagi Indonesia memiliki hampir 80 persen biota laut dunia.
Dan sampean adalah miss-nya. Tentulah mbak punya banyak tugas. Dan
sekali lagi, barangkali tugas yang berat itulah yang membuat mbak tidak sempat
ke salon seperti artis-artis di tipi-tipi dan artis dangdut untuk memoles diri
agar tampak lebih muda. Apalagi sejak SMA sampean sudah bersusah-susah
dengan hidup pro-lingkungan. Memilah sampah kering dan basah. Bahkan sejak SMP
sudah mulai membuat tim peduli lingkungan yang bertugas memberikan contoh
keperdulian lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan.
Aduh, mbak. Bukankah itu tidak cukup mudah bagi anak
seusia mbak waktu itu yang seringkali lebih suka buang sekenanya? Dan faktanya
sudah jadi tradisi di negeri ini.
Kebiasaan pro lingkungan itu terbawa sampai mahasiswa
dengan kuliah teknik lingkungan ITS Surabaya, serta aktif di Himpunan Mahasiswa
Teknik Lingkungan (HTML). Sungguh sampean benar-benar berhati luhur,
mbak. Sampai tidak memikirkan wajah yang kelewat dewasa.
Tapi mbak Dhina, jangan engkau bersedih hati.
Barangkali di luar sana banyak orang yang bahagia dan bangga dengan wajah babyface
mereka yang imut-imut. Babyface yang barangkali juga babymind, berpikir
kekanak-kanakan. Dan wajah sampean mbak, barangkali adalah manifestasi
kedewasaan berpikir yang tertanam pada sampean. Bukanlah cukup ekselen,
mbak?
Saya berharap dan semoga ini adalah nyata. Bahwa
sesungguhnya sampean tidaklah berwajah tua. Tapi potograpernyalah yang
mengambil angle kurang pas dan jadilah foto di KOMPAS itu begitu. Semoga mbak,
semoga.
Dan bukan semoga, mbak. Sebab setelah saya browsing
di gugle dan yutub. Dan melihat, memandang, serta memerhatikan dengan seksama
dalam tempo yang tidak sesingkat-singkatnya, terkuaklah wajah yang
sesungguhnya. Tidak berwajah tua, mbak. Sampean sungguh masih berwajah
muda. Syukurlah.
Maka, mbak. Kesalahan saya menilai umur sampean
dari tiga poto yang ada di KOMPAS adalah pelajaran berharga, mbak. Ini soal
tabayun, soal penghakiman, justifikasi dengan hanya satu fakta, tanpa melihat
kenyataan yang lain. Andaikan berhenti di poto KOMPAS, dan tidak berikhtiar cek
di gugle, mbak. Barangkali saya tidak akan melihat wajah sampean yang
sungguh muda, dan sungguh manis.
Begitulah, mbak. Barangkali banyak hujatan,
pertikaian di sekitar kita yang sesungguhnya sebab hanya melihat satu dua
fakta, lalu menjustifikasi, lalu menyalahkan, lalu bertikai. Jika mau sedikit
saja menelaah, justifikasi seperti itu barangkali ndak akan terjadi.
Problematika publik seringkali muncul sebab salah paham. Saya kira begitu,
mbak.
Maka maafkanlah daku, mbak. Sekali lagi maafkanlah.
Tapi kenapa di KOMPAS poto sampean kok nggak muda begitu ya, mbak?
Salam
Möti Peacemaker
Kebijakan
impor sesungguhnya sudah menjadi gunjingan lama. Dalih kebutuhan rakyat,
kebijakan itu dinilai tidak populis.
Tanda Tanya kebijakan itu mesti muncul
sebab secara nalar hal tersebut seharusnya tidak terjadi. Apalagi komoditas
yang diimpor adalah ladang potensi kemandirian kita. Beras, kedelai, jagung, gula pasir, daging sapi, dan
lain-lain. Tentu saja itu muskil. Kemandirian yang seharusnya kita
bangun, ternyata malah dimentahkan dan melemparkan petani di lubang keresahan.
Angka
impor komoditas kita tidak sedikit. Hingga Agustus kemarin, angka impor kita
pada 8 komoditas pangan mencapai 51 triliun. Beras sebagai makanan pokok kita
pun masih impor dengan jumlah 225.029 ton senilai US$ 97,8 juta (detik
finance)
Efek samping dari
kebijakan impor adalah minat tanam dan ternak yang menurun. Kekalahan pasar
dari impor yang dilakukan pemerintah memerosokkan pangsa pasar dari petani di
tingkat bawah. Efeknya, mereka memilih profesi lain dan menjual sawah mereka
demi menciptakan kehidupan yang dianggap lebih menjanjikan.
Tapi apakah
masalah selesai dengan menjual sawah dan menikmati pekerjaan lain? Tidak! Ini
bom waktu bagi kita. Jika bangsa Indonesia saat ini masih bisa menikmati impor
dengan harga murah, itu tidak akan berlangsung lama. Harga impor bisa saja
melambung ketika kita sudah melepaskan kekuatan pertanian. Sebab kenyataannya,
sawah-sawah yang dijual oleh petani banyak dimanfaatkan oleh para pemodal asing
lewat kaki tangan mereka.
Jika sudah
demikian, kita akan bergantung pada impor sebab tidak punya opsi lain.
Ketiadaan opsi itulah yang akan dimanfaatkan oleh negara lain untuk
melambungkan harga. Sedang kita sudah tidak lagi punya pilihan selain impor.
Maka muskil bagi
negara untuk lingkup komoditas yang kita sendiri masih mampu untuk menangani,
tapi pemerintah memilih impor. Kebijakan tersebut membunuh petani, yang akan
berujung pada terbunuhnya stabilitas pangan dan ekonomi di masa mendatang.
Sebab sekali lagi, terbunuhnya –mutungnya- petani kita hanya akan menjadikan
kita sebagai penghamba impor dan hanya bisa mengangguk setuju dengan harga yang
dilambungkan.
salam
Möti
Peacemaker
Pagelaran motoGP sudah berakhir. Lorenzo jadi juara #fuck. Sesi terakhir
di sirkuit Valencia mencatatkan pembalap bernomor 99 itu sebagai yang nomor
satu. Dan pesaingnya, Valentino Rossi, berada di posisi ke-4. Saya tidak ingin
membahas jolo (Jorge Lorenzo) maupun Rossi. Tapi Marquez!!!
Saya kaget, pembalap yang biasa
bermain dengan impresif itu ternyata telah berubah haluan untuk menjadi
pangayom bagi kekasih barunya. Manuver-manuver yang biasa ditunjukkan, pada
balapan yang baru saja berakhir tersebut, tiba-tiba saja ia tanggalkan. Tak seperti
sesi sebelumnya yang berlangsung di Sepang, Malaysia. Ia bermain overimpresif,
bahkan cenderung brutal. Battle yang dilakukan dengan Rossi berlangsung seru,
yang lantas berujung pada –fitnah- penendangan Rossi pada pembalap berusia 22
tahun tersebut.
Pada sesi sebelum balapan Sepang dimulai, Rossi sudah mencium bau tidak
sedap pada hubungan Marquez dan Lorenzo. Ia mengungkapkan bahwa Marquez
sepertinya memiliki idola baru (tempo). Dan itu terbukti di Sepang ketika Marquez dengan sangat
jelas memberikan ruang kepada Lorenzo untuk menyalipnya. Yang lantas memilih berduel
dengan Rossi untuk mengamankan posisi kekasih barunya tersebut agar tidak
tekejar. Aroma alih profesi mulai terendus.
Dan lagi-lagi hal tersebut terulang di GP Valencia. Dengan perwajahan yang lebih jelas.
Berada di belakang Lorenzo sejak awal race, ia sama sekali tidak melakukan
manuver dan usaha untuk menyalip Lorenzo. Jarak yang sangat dekat dan potensial
untuk menyalip pun tidak ia ambil. Bahkan ketika jarak dianggap terlalu dekat,
ia tampak sangat jelas menjauhkan kembali kuda pacu Honda RC213V-nya. Hal tersebut
jauh dari tipikalnya yang “ugal-ugalan”. Ia memilih hanya menjadi “pengayom”
bagi Lorenzo dan mengawasi dengan “cantik” kuda pacu kekasih barunya itu dari
posisi dua.
Ketika di akhir Race Pedrosa mulai jadzab dan memacu sepedanya
dengan gila, Marquez mulai bersyahwat Battle. Tapi tidak untuk berbattle dengan
kekasih sendiri. Pedrosa berhasil manyalip Marquez dengan baik. Maka tabiat
sesungguhnya dari Marquez pun muncul dengan kembali mengambil alih posisi kedua
dari Pedrosa dengan waktu yang relatif singkat. Padahal jarak antara Ia dan Lorenzo
sesunggunya tidak jauh beda dengan posisinya dengan Pedrosa yang dengan mudah
berhasil ia gasak. Namun ia tidak pernah untuk menggunakan opsi
tersebut. Ia tampak hanya tidak rela jika kekasihnya mendapat gangguan dari
Rider lain dan merusak potensi juara yang ada di depan mata.
Perubahan yang sangat drastis. Marquez merubah tipikal sticker yang ia
miliki, menjadi seorang defender. Ia memertahankan posisinya dan mengamankan sang
kekasih dari gangguan lawan. Ia memilih beralih profesi menjadi seorang
satpam!!! #fuck
“Tulisan
subyektif ini bersifat disengaja.”
Salam
Möti
Peacemaker
Moti Peacemaker
Moti Peacemaker
Blog Personal
Blog ini telah mulai berdiri sejak 2010. Pernah mengalami masa jaya, meski tidak lama. Tahun 2016 menjadi titik awal turunnya blog ini ke titik terendah. Sampai tahun ini, blog ini masih berusaha bangkit kembali dengan ala kadarnya. Semoga bisa merengkuh kembali masa-masa produktif mengisi blog ini