Sebelumnya saya minta maaf ya, mbak. Mbak Dhina yang
saya hormati dan luhur budi pekertinya. Saya benar-benar kaget mbak, kaget
bukan buatan. Sekali lagi maaf mbak, saya lancang membuat tulisan begini.
Apalagi saya ndak kenal sampean. Semoga tulisan ini bikin embak
bisa muda lagi karena tertawa dengan kerancuan tulisan buah tangan saya ini.
Jangan dibuat serius ya mbak, biar tidak nampak lebih tua.
Kemarin saya lihat berita di koran KOMPAS rubrik SOCA
halaman 17 edisi Minggu 8 November 2015. Seperti minggu-minggu biasanya, SOCA
menampilkan sosok perempuan-perempuan yang dinilai hebat. Dan dilalah, sampeanlah
yang mengisi rubrik itu. Nadhilah Dhina Shabrina. Ada tiga foto sampean
yang terpajang. Foto itulah mbak, yang bikin saya terenyuh lantas menulis ini.
Biasanya saya ndak begitu respect untuk review rubrik kaum pemilik hormon
estrogen tinggi ini. Tapi kali ini, beruntunglah sampean mbak, hati saya
tergerak untuk menulisnya, sebab foto sampean.
Sebab foto itu, mbak. Saya kira sampean adalah
perempuan berumur. Maafkanlah daku, mbak. Saya kira sudah sekitar 35
atau 38 tahun. Tapi betapa kaget bukan kepalangnya saya setelah baca perjalanan
karir dan umur sampean yang ternyata baru 22 tahun. Masya Alloh.
Mengantisipasi saya yang, jujur saja, sesungguhnya agak
buta warna dan berpotensi salah membaca umur, bertanyalah saya kepada teman saya,
dengan menutupi kode umur.
“Berapa umurnya?”
“45” katanya. Lebih tua dari prasangka saya.
“Benar?” Tanya saya meyakinkan.
“Eh, 40 ya?” jawabnya mulai ragu. Sampean
dapat sedikit diskon.
“Yang benar!” Gertak saya.
“iya, 40. Iya, yakin.” fix. 40.
Karena jawabannyaa sudah fix, saya bukalah kode
umurnya, raut wajahnya berubah.
“Kok kelihatan tua, ya?” komentarnya.
Maka mendesahlah saya, desahan syukur, insting
membaca umur saya masih tajam. Ternyata saya punya teman yang setuju bahwa wajah
mbak Dhina terlalu boros untuk umur mbak yang baru 22 tahun, hanya satu tahun
di atas saya. Dan itu tanda bahwa mata saya, meski agak buta warna, masih bisa
menilai umur dengan melihat wajah.
Sebagai seorang Miss Scuba (self-contained
underwater breathing apparatus) Indonesia 2015 yang erat kaitanya dengan
laut dan seisinyalah yang barangkali membuat sampean begitu terlihat
tua. Itu analisis saya, mbak. Saya ndak tau, barangkali mbak punya
masalah lain yang lebih pening dan menjadi faktor tuanya wajah sampean.
Tapi mbak, jika mbak membutuhkan, dada saya siap untuk menjadi sandaranmu,
mbak. Barangkali mampu membuatmu kembali nampak lebih muda. Ahahahahaha.
Mbak Dhina yang nampak tua yang tapi tetap nampak
cantik, barangkali wajah itu merupakan kandungan dari tumpukan tugas yang
selama ini sudah sampean emban. Sebagai miss scuba, sampean
berperan penting dalam mempromosikan olahraga selam dan konservasi kelautan di
seluruh dunia. Apalagi Indonesia memiliki hampir 80 persen biota laut dunia.
Dan sampean adalah miss-nya. Tentulah mbak punya banyak tugas. Dan
sekali lagi, barangkali tugas yang berat itulah yang membuat mbak tidak sempat
ke salon seperti artis-artis di tipi-tipi dan artis dangdut untuk memoles diri
agar tampak lebih muda. Apalagi sejak SMA sampean sudah bersusah-susah
dengan hidup pro-lingkungan. Memilah sampah kering dan basah. Bahkan sejak SMP
sudah mulai membuat tim peduli lingkungan yang bertugas memberikan contoh
keperdulian lingkungan dengan tidak membuang sampah sembarangan.
Aduh, mbak. Bukankah itu tidak cukup mudah bagi anak
seusia mbak waktu itu yang seringkali lebih suka buang sekenanya? Dan faktanya
sudah jadi tradisi di negeri ini.
Kebiasaan pro lingkungan itu terbawa sampai mahasiswa
dengan kuliah teknik lingkungan ITS Surabaya, serta aktif di Himpunan Mahasiswa
Teknik Lingkungan (HTML). Sungguh sampean benar-benar berhati luhur,
mbak. Sampai tidak memikirkan wajah yang kelewat dewasa.
Tapi mbak Dhina, jangan engkau bersedih hati.
Barangkali di luar sana banyak orang yang bahagia dan bangga dengan wajah babyface
mereka yang imut-imut. Babyface yang barangkali juga babymind, berpikir
kekanak-kanakan. Dan wajah sampean mbak, barangkali adalah manifestasi
kedewasaan berpikir yang tertanam pada sampean. Bukanlah cukup ekselen,
mbak?
Saya berharap dan semoga ini adalah nyata. Bahwa
sesungguhnya sampean tidaklah berwajah tua. Tapi potograpernyalah yang
mengambil angle kurang pas dan jadilah foto di KOMPAS itu begitu. Semoga mbak,
semoga.
Dan bukan semoga, mbak. Sebab setelah saya browsing
di gugle dan yutub. Dan melihat, memandang, serta memerhatikan dengan seksama
dalam tempo yang tidak sesingkat-singkatnya, terkuaklah wajah yang
sesungguhnya. Tidak berwajah tua, mbak. Sampean sungguh masih berwajah
muda. Syukurlah.
Maka, mbak. Kesalahan saya menilai umur sampean
dari tiga poto yang ada di KOMPAS adalah pelajaran berharga, mbak. Ini soal
tabayun, soal penghakiman, justifikasi dengan hanya satu fakta, tanpa melihat
kenyataan yang lain. Andaikan berhenti di poto KOMPAS, dan tidak berikhtiar cek
di gugle, mbak. Barangkali saya tidak akan melihat wajah sampean yang
sungguh muda, dan sungguh manis.
Begitulah, mbak. Barangkali banyak hujatan,
pertikaian di sekitar kita yang sesungguhnya sebab hanya melihat satu dua
fakta, lalu menjustifikasi, lalu menyalahkan, lalu bertikai. Jika mau sedikit
saja menelaah, justifikasi seperti itu barangkali ndak akan terjadi.
Problematika publik seringkali muncul sebab salah paham. Saya kira begitu,
mbak.
Maka maafkanlah daku, mbak. Sekali lagi maafkanlah.
Tapi kenapa di KOMPAS poto sampean kok nggak muda begitu ya, mbak?
Salam
Möti Peacemaker
Efek kamera, efek pose, efek make up, dan masih banyak faktor lain, mungkin.
BalasHapusndaaaaaaboooll ikii wkwkwkwkwkkwkwkwkwkwkwkw ����������������������
BalasHapusmungkin yang motonya tua kali jadi kebawa tua.
BalasHapuswkwkw, dari hal yang terlihat sepele, malah jadi sebuah tulisan yang panjang dan lebar..
BalasHapusWadduuhhh...yahhh itulah wanita tidak bsa dilihat dr segi wajah dan umurnya....hehh :D
BalasHapusHalo! Entah bagaimana saya sepertinya sudah pernah baca ini mungkin 2 tahun lalu, tapi saya lupa, jadi sepertinya baru kali ini membacanya dengan sangat seksama. Terima makasih lhoo mas Moti hahaha saya malah jadi lucu sendiri membacanya, emang dasarnya udah "ketu" aja ya. Terlepas dari itu semua, terima kasih untuk simpulannya yang mengajak untuk tidak cepat menilai sesuatu. Salam kenal!
BalasHapusGusti Alloh...saya baru sadar kalau tulisan ini dibaca oleh orangnya...Gusti. Pangapunten engkang katah, Mbah Dhina
Hapus