Life long
learning. Jika kita
berpikir bahwa setelah lulus dari sekolah atau kuliah akan berhenti
belajar. Mulailah rubah dari sekarang. Yakinlah, itu adalah sebuah persepsi
yang sangat buruk. Jika ketika kuliah kita giat dengan buku-buku bacaan. Lantas
setelah itu berhenti begitu saja, yakinlah pula, itulah kekalahan kita yang telak.
Saya bukan
orang akademisi dan tidak sama sekali merasa pintar dengan pengetahuan yang
sama sekali tidak tinggi. Seperti tulisan-tulisan yang lain, ruang ini hanyalah
media sharing yang mungkin dan semoga bermanfaat untuk orang-orang yang
bersedia membacanya.
Masalah yang
sering kita hadapi selama ini tentang ketidakefektifan belajar adalah sebab
berhenti sebelum benar-benar menguasai paham ilmu yang dipelajari. Ini terjadi
pada banyak orang, tidak terkecuali orang indonesia -- termasuk saya tentu saja
--. Yaitu tidak sampai pada penarikan kesimpulan yang menjadi ujung dari
pengetahuan yang dipelajari tersebut. Hanya sekedar membaca, dan beberapa jam
kemudian lupa dengan sendirinya.
Bahkan terkadang
kita perlu berimajinasi, mengait-ngaitkan dengan pengetahuan atau bahkan paham
ilmu yang lain agar menjadi klop. Hal tersebut sekaligus menjadi rangsangan
pada otak kita untuk benar-benar bersedia diajak “bekerja”. Menarik kesimpulan,
berimajinasi, ataupun mengaitkan dengan berbagai pengetahuan yang lain akan
membuat kita tidak mudah lupa, sebab tidak gugup ataupun meninggalkan poin
penting yang seharusnya menjadi basis dari apa yang kita dapat. Hal tersebut
sekaligus membelajari kita untuk tidak buru-buru pindah bab sebelum benar-benar
paham. Kita benar-banar dituntut untuk mengeksplor pengetahuan kita yang kita
pelajari dengan apa yang sudah tertanam.
Maka
biasanya, dalam belajar sering diberikan contoh-contoh. Dan bukan kebetulan,
mayoritas contoh yang diberikan berbentuk cerita. Hal tersebut dilakukan
sebagai sarana eksplorasi dan pengaitan dengan hal lain agar mengena dan tidak
mudah lupa. Adapun contoh berbentuk cerita, saya pribadi lebih cenderung
berpikir bahwa ilmu yang disampaikan dalam bentuk cerita lebih bisa bertahan
lama daripada pengetahuan yang disampaikan secara konvensional.
Yang tentu
saja tidak boleh dilupakan untuk menjaga efektifitas belajar adalah suasana
yang kondusif. Tidak harus di kelas, gedung atau tempat formal yang lain. Yang
pasti selagi itu pas dan konsdusif. Bisa dipake.
Dan satu hal
lain yang mesti diingat. Segala hal tersebut perlu didukung dengan light,
desirable, and fun. Dan tentunya tidak pelit untuk berbagi sesuatu yang
sudah kita ketahui. “if you think you so smart, why don’t you share your
knowledge?” . { Benedict Carey}. Tapi tentu saja kita tidak perlu menunggu menjadi dan merasa smart untuk bersedia berbagi pengetahuan kepada orang lain.
Sekali lagi,
bukan hanya orang sekolah yang harus belajar. Semua orang harus belajar, tanpa
perduli umur. Peter Lassey (University of Bradford) mengatakan bahwa,
“mereka yang sukses hanyalah mereka yang belajar secara terus-menerus”. Obyek
yang bisa dipelajari sangat beragam, dan tergantung siapa kita, apa basic kita.
Hal ini tidak hanya tertutup pada perorangan, namun dalam organisasi atau
lembaga pun proses belajar secara terus menerus ini juga berlaku sebagai sarana
terus memperbaiki diri.
Wallahu
A’lam
Möti
Peacemaker
Senin, 19
Januari 2015
~ Referensi
: (KARIER. kompas, Sabtu, 17 Januari 2015).