Sanksi adalah
sistem untuk memperbaiki diri dengan menciptakan rasa jera agar kesalahan yang
sama tidak terulang kembali. Semacam shock terapy. Maka tak ada sanksi
yang mengandung unsur dendam, yang ada adalah cinta dan kasih sayang. “Jangan
ulangi lagi, nak. Karena ini adalah hukuman agar kau tak mengulanginya
kembali”.
Tapi kau tau,
boy. Begitu identiknya sanksi itu dengan hal buruk dan kadang kau merasa
tersudutkan dengan sanksi yang kau terima. Kau merasa menjadi pesakitan dan
kadang merasa sakit hati dengan sanksi yang kamu dapat, meski sesungguhnya kamu sadar bahwa
apa yang kamu lakukan adalah kesalahan. Barangkali kau orang yang
berhati keras, boy. Tapi jika kau sadar dengan sanksi itu kau tak mengulanginya
kembali, barangkali itu adalah tanda bahwa hatimu sedang menuju kelembutan.
Kabar gembira
untukmu. Ada sistem yang bisa memperbaiki kesalahanmu dengan perubahan
kebaikan. Barangkali kau kadang perlu dikritik dengan kesalahan yang kamu
lakukan, atau kadang-kadang disinggung dengan lembut. Lalu hatimu tertunduk dan
merasa bersalah. Lantas di waktu lain, dengan kesadaran kesalahanmu, kamu
ditugasi suatu hal yang membuatmu bahagia dengan tugas tersebut karena merasa
diberi keyakinan untuk menjalankan suatu amanah. Kebahagiaan diberi kepercayaan
oleh orang-orang yang kamu hormati dan cintai adalah salah satu pelecut
semangat kehidupanmu, boy.
Ah, seperti
ketika kemarin kau disuruh-suruh oleh pacarmu untuk membelikanmu mie pangsit di
warung perempatan jalan dan bertemu denganku lantas aku minta kau membayari
juga mie pangsitku. Apa yang kamu rasakan? Tentu kau bahagia jika pacarmu masih
memberi keyakinan padamu untuk membelikan, yah, meskipun sekedar mie pangsit. Tapi
kau tentu tidak akan terima jika tiba-tiba pacarmu meminta laki-laki lain yang
ada kemungkinan mengyingkirkanmu dari hati kekasihmu itu untuk membelikan mie
pangsit dan kamu tidak diberi tahu.
Maka kadang
sanksi terang-tarangan dalam bentuk apapun adalah keras, jika dibandikangkan
dengan sanksi rahasia yang bisa membuatmu berubah menjadi baik.
Misalnya begini,
boy. Kau kemarin keluar dari sekolah pada jam pelajaran. Lalu esok hari kau
dipanggil kepala sekolah. Dengan tegas ia menghukummu karena menyalahi aturan. “Sebagai
sanksi, bersihkan seluruh kamar mandi.”
Tapi barangkali
beda, jika kepala sekolah memanggilmu, dan kamu tidak tahu jika ada sangkut pautnya dengan kejadian tempo hari. Lalu kepala sekolah mengatakan “Nak, kamu sudah belahar
bertahun-tahun disini. Ada sebuah implementasi dari kebersihan yang selama ini
tidak terlihat. Bapak ingin kamu menjadi pelopor kebersihan di sekolah dnegan memulai dari membersihkan kamar mandi. Tak
perlu ajak teman-temanmu. Jika memang mereka perduli, mereka akan berduyun-duyun
membantumu dan kamu sukses menjadi pelopor tanpa perlu menyeru. Lakukan mulai
pulang sekolah nanti, nak. Jadilah pelopor kebersihan”.
Dengan kalimat
yang kedua, barangkali anak itu jadi tak tahu kesalahannya, boy. Tapi kau tau,
bahwa kebaikan yang ia lakukan dengan senang hati akan menjadikan hatinya
lembut dan akan berubah cenderung menyintai kebaikan dan kebenaran. Perubahan
baik yang barangkali tidak ia sadari. Tapi ia akan berubah. Dengan izin Tuhan.
Secara psikologi,
seseorang berbeda-beda untuk dirubah. Ada yang perlu disanksi, ada hanya perlu
diarahkan, ada yang hanya perlu dikritik, dan barangkali perlu disanksi “tugas rahasia”
untuk mengubah hatinya cenderung pada kebaikan.
Jika kau diberikan
amanah tugas sesuatu oleh gurumu, “curigalah”, barangkali kau sedang disanksi
rahasia.
Wallahu A’lam.
Em, saya sih nggak pernah disuruh guru yang aneh-aneh. Palingan diminta bawa buku ataupun bahan dari lab ke kelas.
BalasHapusitu aja.
soal sanksi yang keras, sebaiknya diucapkan dengan hati-hati agar nantinya tidak menimbulkan amarah dan dendam
jadi, sanksi itu emang perlu boy. tapi, rasanya buat beberapa orang, sanksi itu nggak cukup kuat untuk menjadi shock terapy. meskipun udah kena sanksi berkali-kali, tetap aja mengulangi kesalahannya. bagaimana ini boy...
BalasHapusKita kan enggak boleh curigaan sama orang lain, suudzhan namanya, Moti:D
BalasHapusBetewe, ya sanksi dan kritik: Sesuatu yang memang kadang kita perlukan untuk mengetahui sejauh mana kita berbuat dan bagaimana agar perbuatan kita jadi lebih baik dengan kritik.
Eh, itu diubah, Mot, bukan dirubah :v
"Sanksi adalah sistem untuk memperbaiki diri dengan menciptakan rasa jera agar kesalahan yang sama tidak terulang kembali. Semacam shock terapy."
BalasHapusTapi gak semua orang bisa gak ngulangin kesalahan yg dia bukan.
keren kata-katanya, memakai sudut pandang yang berbeda. Saya paling tidak suka dimarahin atau diberi hukuman, saya hanya perlu diarahkan dan dikritik. Tentunya setiap orang berbeda-beda, hanya pengalaman yang dapat membentuk kepribadian. Tulisan yang sangat menarik, ceritanya dikemas dengan rapi, tetapi secara implisit mengandung sebuah makna
BalasHapusKalo gue sih tipe orang yang harus di sanksi secara terang-terangan, atau dikritik terang-terangan. Biar bisa tau kesalahannya apa dan apa yang harus diperbaiki. Gitu loh mas boy :)
BalasHapusMenurut gue sanksi emang masih diperluin banget, kecuali kalau semua orang udah mulai tertib hidupnya, tapi kayaknya ga mungkin deh. Hehehe.
BalasHapusBener banget sih. Gue setuju sama pendapatnya setiap orang berbeda. Ada yang perlu disanksi tegas, tapi ada juga yang hanya perlu dikritik atau diarahkan.
Engg.. Anyway, kenapa dipostingan ini cuma ada kata 'boy' yah? Apa yang 'girl' kayak gue ga boleh ikutan baca? Hehehe. ^_^
udah lama nih mas, nggak berkunjung kesini hehe.
BalasHapussanksi emang penting sih supaya yang melakukan kesalahana itu bisa 'kapok' dan tidak mengulangi kesalahannya lagi seusai diberi sanksi. tapi memang nggak semua orang bisa berubah setelah disanksi, karena memang dasarnya sifat orang berbeda-beda.
kalo kritik sih lebih ke cara penyampaiannya, asalkan penyampaiannya tepat, pasti tidak akan ada dendam dll.