Atas
dasar apa kehidupan seseorang ingin mendapat penghargaan orang lain? Semua
orang punya bawaan untuk dihargai, meski tanpa bergerak. Paling tidak, interaksi yang terjadi
tidak membuat interaksi tersebut
cacat dan menyakitkan. Banyak orang yang tidak sadar bahwa sikapnya menyakiti
orang lain.
Gus Baha’ (Kiai Baha’udin: Dosen Universitas Islam
Indonesia, Jogjakarta. Alumnus Pondok Pesantren Sarang, Rembang, dan masih
aktif mengajar disana) mengatakan dalam sebuah pengajian tafsir di kecamatan
Balen, Bojonegoro, Jawa Timur.
“Seorang
anak yang sering dimarahi oleh Ibunya di rumah sebab kesalahan yang dilakukan
itu bisa jadi lebih dari anak yang tidak pernah dimarahi sebab memang tidak
dirumah dan tidak melakukan interaksi apapun. Seorang anak yang meskipun mendedikasikan
hidupnya untuk seorang ibu dan setiap hari melakukan interaksi, pasti
pernah salah. Dan bagaimana mungkin, anaknya yang lain dan berada nun jauh
disana akan menyakiti dengan interaksi?”
Dalam hal ini, bisa jadi anak yang sering dimarahi
oleh ibunya dan mungkin dianggap durhaka, lebih baik dari anak yang tidak
pernah dimarahi sebab memang tidak ada kontak secara langsung. Sering muncul
kata-kata dari Ibu atau siapapun ketika seseorang melakukan kesalahan lantas
dibanding-bandingkan,
“Kamu ini, kok bikin marah aja toh, nak!
Nggak seperti kakakmu yang di kota, dia nggak pernah kayak kamu ini”
Apa mau dikata, hal ini memang sangat lumrah
terjadi. Salahkah bila kata-kata tersebut keluar dari seorang ibu kepada anak,
lantas anak tersebut menjadi sakit hati? Bisa jadi tidak salah. Sebab memang
bukan suatu hal yang membahagiakan. Apalagi perbandingan tersebut tidak memihak
pada kita.
Tapi, dengan kesadaran dan keyakinan bahwa apa
yang dilakukan hanya sebagai sebuah pengabdian dan bentuk cinta, segalanya
mungkin terasa lebih nyaman. Kesadaran tentang perbandingan yang timpang. Keyakinan
bahwa apa yang dilakukan, meski tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
orang yang kita cintai akan dibalas oleh Allah dengan yang jauh lebih baik –keadaan
akan membalas dengan otomatis sikap baik yang dilakukan-. Dan apa yang kita
lakukan, memang semata-mata bukan untuk mencari nama atau pujian. Murni untuk
membahagiakan mereka.
Hal seperti ini seringkali pula terjadi dalam
interaksi di dalam keluarga, pondok, asrama, kost, kontrakan, atau lingkungan
yang lain. Banyak sekali sikap yang secara sengaja atau tidak sengaja menyakiti
orang lain. Hal penting yang harus dilakukan adalah menyiapkan perasaan untuk
mampu memaafkan dan berusaha untuk tidak menyakiti orang lain.
Hukum karma mungkin bisa menjadi jawaban atas hal
ini. Selagi kita tidak menyakiti atau melakukan interaksi dengan berbagai
potensinya, timbal baliknya pun akan positif. Insyaallah.
Bentuk cinta lewat memberi seperti apa yang di
sabdakan oleh Rasulullah, Tahaddu, tahabbu menjadi luar biasa ketika hal
tersebut mampu di implementasikan dengan sungguh dan akan menjadikan
proses interaksi lebih kondusif. Memudahkan saling menghargai satu sama lain.
Hal ini juga menjadi sarana menekan egoisme dalam bertindak.
Mungkin memang tak pernah ada interaksi yang
selalu berjalan dengan mulus tanpa miskominkasi. Seperti halnya tak akan
pernah ada pacaran atau pernikahan yang tak pernah “dihiasi” dengan pertikaian. Sebab apa? Sebab sebuah interaksi
dua hati tak bisa sepenuhnya searah.
Tentu tidak relevan untuk membanding manusia yang,
misalnya hidup jauh dari kita, dengan orang selalu berada disamping kita. Mereka
tidak pernah membuat kesalahan sebab memang tak pernah ada interaksi apapun. Sedang
orang yang disamping kita selalu ada dalam keadaan apapun.
Jadi, untuk yang merasa pernah tidak nyaman dengan
sebuah interaksi lantas suka membanding-bandingkan, berhentilah. Kesalahan
dilakukan orang yang selalu ada dihadapan anda lebih besar dari kebeneran yang
tidak pernah dilakukan oleh orang yang lain yang tak pernah berinteraksi dengan
kita.
Salam
Moti Peacemaker
25 Maret 2014
memang banyak banget yang timbul dari interaksi langsung Mot.
BalasHapussedangkan yang jarang bertemu langsung, mereka tidak terlihat kesalahanya.
jika kita mendapat perbandingan seperti itu, jadikan itu acuan yang kuat. tergantung gimana kita bisa menilainya.
dan buat orang yang sering membanding-bandingkan secara timpang. ini wajib dibaca. BERHENTILAH!
sep...soalnya ini banyak terjadi, khususnya orang desa,..
Hapusanak yang menjaga orang tuanya dengan senang hati,,,
tapi malah dibanding-bandingkan dengan anak lain yang tinggal di kota dan merasa tidak pernah disakiti olehnya,,,,
prihatin
Benar sekali, dalam interaksi akan ada tindakan menyakiti, dengan atau tanpa disadari. Hal semacam itu bisa merenggangkan atau merusak hubungan. Butuh kesabaran dan komunikasi yang lebih keras lagi untuk menjembatani keretakan.
BalasHapusAku dengan suami, misalnya, tentu saja ada gesekan akibat itu. Akan terulang karena kami hidup bersama dan sangat jarang berjauhan. Tapi itu bisa membawa bumbu rasa kehidupan. Asal jangan terpancing untuk membanding-bandingkan. Alhamdulillah, saat ini belum pernah terpikir untuk demikian. Barangkali juga karena ada anak sebagai pengikat di antara kami. Namun untuk hubungan antara orangtua dan anak, rentan untuk demikian meski semacam bentuk agar anak lebih baik. Tidak bijak selaku orangtua membandingkan anak dengan siapa saja, gitu. Tapi hal tersebut sering tidak disadari para ortu. Ke depannya juga aku takut gitu pada anak. Semoga enggak, ya. Makasih, tulisan ini bermanfaat sebagai cermin bagi kita semua yang sudi baca dan menghikmati kandungannya.
keren nih,,,,,,patut di tiru dalam rumah tangga,,,semoga barokah
Hapusbahasanya lumayan berat ya bang Moti. But overall postingan lo ini banyak nilai positifnya :)
BalasHapusanyway memang bener sih banyak banget yang timbel dari interaksi secara langsung ketimbang yang tidak langsung. Jadi gak adil banget lah kalau ada orang yang membanding-bandingkan kaya yang lo sebutin itu. NO JUSTICE katanye orang kompeni
Btw, semoga aja orang yang suka membanding-mandingin kek gitu segara berhent. :)
amiin,,,semoga kamu juga bukan termasuk orang yang seperti itu
HapusIya juga sih, logikanya kalo kita sering berinteraksi maka pasti akan terjadi geseka.. Jadi kita gak bisa ngebandingin seseornag yang sering berinteraksi sama yang gak pernah berinteraksi..
BalasHapusJadi initinya, gesekan dalam interaksi adalah wajar..hehehe
bener banget,,,gesekan dalam interaksi itu wajar..nggak mungkin nggak terjadi
Hapusterkadang kita suka tidak menyadari kalau sikap kita sering menyakiti seseorang,, baik sengaja maupun tidak.
BalasHapusya seperti yg kamu contohkan Mot, anak yg tiap hari bertemu ibu saja bisa sering menyakiti apalagi kalau dengan orang lain.
intinya ya harus ikhlas memaafkan dan pastinya intropeksi diri, karena bagaimana pun miskom itu tidak enak
iya,,,,namanya juga interaksi..pasti ada salah-salahnya
Hapuswah emang ga ada matinya bang moti postingannya bagus terus , baru sadar juga ini baca postingan ginian Positive bgt !
BalasHapussampe ane suruh cewek ane baca ._.
hadah..jangan disuruh baca,,,bahaya
Hapustak ada satupun manusia yang tak ingin dihargai, memang iteraksi sangatlah penting... tetapi dalam interaksi harus dilandasi oleh perasaan, supaya dalam interaksi tidak terjadi miss atau sesuatu yang menyalahi dalam ruang lingkup interaksi.
BalasHapusmeskipun dengan perasaan bang,,pasti tetep ada salah salahnya...
Hapuskurang cinta apa istri sama suami...suami sama istri...
tapi tetep aja ada cek cok..dan itu wajar
aduh postingan bang moti kayaknya berat nih, otak gue yang dibawa rata-rata nggak sanggup kayaknya -_-
BalasHapusitu tanggalnya 25 maret 2014 ? kan diposting juni bang -,- kenapa gitu ?
kan nggak harus tiap nulis harus diposting toh
HapusKamu bener... iya, bener banget. Kalo di rumah gue, yang selalu jadi bahan olok-olokan justru gue--anak pertama--dan adik gue selalu dibangga-banggain gitu.
BalasHapusSadis men, gue juga bingung meski gue ngrasa apa-apa yang disuruh ortu selalu gue lakuin dengan sebisa gue, bahkan justru tetep bikin track record gue nggak lebih baik dibanding adik bungsu gue. Tetep aja, anak pertama adalah anak yang selalu dirsuruh-suruh dan selalu dipersalahkan.
AH, gue baca posting ini jadi merinding dan bergidik sendiri...ngena banget meen!!!
kalau anak pertama kayak begitu biar bisa belajar bagaimana beratnggungjwab
Hapussebab akan menjadi tumpuan keluarga kelak
iya,,,termasuk...pokoknya yang ada hubungannya dengan bicara, atau atau apapun yang bersinggungan langsung....
BalasHapusas usual ya Mot bahasa lu emang tingkatnya udah lebih tinggi dengan mengulas tema yang lebih tinggi pula dari blogger lainnya termasuk gue. hehehehe...dan gue setuju bingitt emang. lebih baik dimarahin karena memang disitulah komunikasi terjalin, daripada nggak...marah juga nggak tapi tau apapun juga nggak...komunikasi emang dimanapun perlu, tanpa komunikasi orang akan semakin menarik diri untuk berjauhan satu sama lain..cumannn emang harus berkomunikasi dengan baik biar nggak menimbulkan misscommunication, sippp lah mott
BalasHapuspermasalahan orang Indonesia (mayoritas) adalah rendahnya daya renung....mungkin hal seperti ini tidak terjadi dimasa lau..orang-orang dulu reltive lebih tenang dari sekarang
Hapus