Geger.
Ketika tiba-tiba undangan presiden nylempit dirumah Cak Jumaidi. Orang-orang
pun gedek-gedek, heran. Bagaimana Presiden kenal dengan Cak Jumaidi yang
tukang judi dan suka sabung ayam itu.
Bahkan ujug-ujug diundang jamuan Presiden.
“Alah,
Palsu itu. Bagaimana mungkin presiden kenal Cak Jumaidi”
“Yo
wes ndak mungkin toh kang. Mustahil. Paling orang iseng”
“jin
itu yang ngasih undangan palsu”
Komentar-komentar
pun bertebaran. Sinis, tak percaya, dlongop, sampai ada yang terlanjur
terkejut, akhirnya hanya diam saja. Cak Jumaidi tak bergeming, tetap sibuk
dengan persiapan pertemuan tersebut. Tak lagi perduli benar atau tidaknya. Yang
penting berangkat. Kapan lagi ketemu presiden dengan undangan khusus.
Presiden
dengan kemasyhurannya membuat banyak orang –secara umum- tidak akan pernah
menyia-nyiakan pertemuan yang datang seperti halnya yang terjadi pada Cak
Jumaidi. Selain membicarakan keluh kesah, yang mungkin akan lebih mudah
tertampung. –mungkin-. Juga orang-orang akan membicarakannya sebab mendapat
jamuan istimewa dari pemimpin pemerintahan paling atas itu. Juga membuat orang
harus tersenyum sinis, bahkan ngiler karena iri.
Fenomena
yang harus membuat Kang Kamali gedek-gedek. Satu desa umyek soal
Cak Jumaidi yang di undang oleh presiden. Dan Kang Kamali, pikirannya malah
lebih umyek soal umyeknya penduduk desa yang seharusnya tidak
menjadi berita sedemikian menjemukan. Kang Kamali punya inisiatif untuk menulis
keluh kesahnya seperti biasa. Di kertas minyak bekas bungkus sarapan yang
dibelinya dari warung Yu Sinah. Sebab hanya itu yang ia punya. Sok ilmiah.
“Teori politik
untuk mencari hati atau mengudarakan berita tanpa menyulut kontroversi negatif
adalah opsi yang mungkin bisa dianggap terbaik untuk kemenangan pemilu
mendatang. Suhu politik sudah memanas dan orang-orang pedesaan tidak pernah
merasakan suhu politik yang sebenarnya. Namun tetap mendapat kesempatan untuk
menentukan siapa yang akan menjadi pemimipin mereka dimasa mendatang. Dan dengan
kesadaran yang rendah, atau mungkin sikap husnudzon yang berlebihan,
orang-orang di tingkat bawah tidak akan sadar dengan intrik politik yang
didengungkan dengan desain selembut mungkin itu.
Wacana umyeknya
masyarakat dengan fenomena seperti ini adalah fenomena dasar yang didesain
rapi. Tertata sejak puluhan tahun yang lalu. Orang-orang desa adalah obyek
berita yang mudah menyebarkan pada suatu kejadian yang dianggap tidak lazim. Tinggal
bagaimana menaruh konteks negatif atau positifnya fenomena tersebut.
Bahkan, terkadang memang menciptakan fenomena netral atau normal untuk
melahirkan tanda tanya. Mau tidak mau, akan ada respons dari masyarakat untuk
menentukan pilihan. Dan cara yang dilakukan oleh Presiden dalam hal ini adalah penjajakan
terhadap fenomena yang berkembang. Respon dari masyarakat itulah yang akan
dijadikan sebagai analisa –stratistik- dan dijadikan sebagai dasar untuk
menentukan strategi yang tepat untuk memperoleh suara. Tim sukses pasti
–sekali lagi, pasti- menaruh mata-mata (tim siluman) didesa untuk memuat
data-data yang bisa dijadikan alat ukur penggunakan penarikan suara, juga
tingkat intensitasnya, seberapa kuat harus menggebrak dan berapa ukuran menarik
kendali, lantas menggebraknya kembali.
Tapi tingkat husnudzonitas
orang desa biasanya terlalu berlebihan pada suatu hal. Dan orang didesaku
sendiri yang kini dijadikan percobaan. Berita ini pasti akan menyebar, bukan
hanya tingkat desa, satu kabupaten pun akan tahu berita ini. Dan kiranya bukan
menjadi sebuah hal yang aneh kalau berita ini sampai menyebar begitu luas.
Sebab bupati pun belum tentu mendapat kesempatan seperti itu. Presiden dan
partainya punya pertimbangan yang matang untuk setiap pergerakan politik yang
dilakukan. Dan dengan cara menyelipkan undangan pada orang yang tidak dianggap
sebagai tokoh sama sekali, akan menjadikan berita lebih hot. Sebab bila
undangan itu diberikan pada seorang tokoh, meski tingkat desa, akan ada kemungkinan menghasilkan komentar,
seperti
“ah, wajar. Pak
Sulaiman kan tokoh desa”
Dan dengan
menyelipkan undangan pada Cak Jumaidi, kemungkinan berita yang menyebar adalah
“ndak
mungkin. Cak Jumaidi itu tukang judi. Masak diundang presiden”
“ah mustahil”
Dan lain sebagainya.
Obyeknya adalah Cak Jumaidi. Presiden seolah menjadi penopang saja. Dan berita
yang menyebar tidak mungkin bisa melepaskan nama presiden. Sebab keterkatitan
beritanya adalah Cak Jumaidi, presiden, dan undangan. Dengan tidak menggunakan
presiden sebagai obyek berita, orang-orang memiliki kemungkinan untuk tidak
menilai positif dan negatifnya kinerja presiden, namun obyeknya berta lebih ke
Cak Jumaidi. Dan nama besar presiden menjadi pondobrak berita meluas, diketahui
banyak orang. Atau bahkan akan ada komentar.
“wah,
mungkin presiden mau nuturi Cak Jumaidi.”
Dan bisa jadi, presiden
akan mendapat efek positif dari undangan pertemuan tersebut. Pertemuan dengan
orang yang dianggap istimewa.
Tapi banyak
orang lupa. Mereka punya kesempatan untuk bertemu dengan yang jauh lebih luar
biasa dari presiden. Mendapat tempat yang jauh lebih istimewa dari Cak Jumaidi.
“Dan Tuhan tak
pernah tidak untuk mengundang segenap manusia untuk hadir kapanpun yang mereka
Inginkan. Dzat yang jauh lebih luar biasa dibanding presiden. Tuhan bersedia
membuka hamparan waktu untuk munajat dengan-Nya, kapanpun manusia ingin
hadir. Dzat kemanusiaan seseorang sangat-sangat-sangat kecil bila dibandingkan
dengan Dzat Ke-maha-an Allah yang sedemikian agung. Bumi ini hamparan yang
kecil bila sudut pandanganya adalah Jagad Raya. Betapa kecilnya manusia. Dan
ketidakhadiran manusia pada keadaan tersebut, adalah bentuk kebodohan yang
sulit dicari tandingannya.
Manusia yang
penuh dengan kekurangan dan kerancuan, selalu diberikan waktu kapanpun dan
terus selalu bertemu secara khusus, pertemuan yang selalu VIP. Kesempatan yang
selama ini yang faktanya, tersia-sia dengan baik. Manusia bersikap
sangat angkuh, seolah tak butuh dengan Tuhan. Keengganan untuk hadir dalam
setiap waktu yang telah dihamparkan tersebut menjadi bukti keangkuhan manusia.
Setiap gerak syaraf, hembusan nafas, mengalirnya darah adalah bagian dari kuasa
Tuhan sebagai bukti cinta pada manusia. Tapi bagaimana respon manusia?
Bagaimana
mungkin, dzat yang Maha Cinta itu tak lagi mengaliri naluri cinta yang dimiliki
manusia. Dan magnet kehanifan cinta manusia seolah pudar tak tersisa. Cinta mengalir
ke tempat dimana cinta tidak seharusnya ada dan menenggelamkan Cinta pada apa
yang seharusnya jauh lebih dicintai.
Tuhan yang
selama ini memberikan kesempatan nafas manusia berhembus, tanpa cela. Dan
segala kebutuhan kehidupan tercukupi. Bagaimana mungkin manusia berkhianat
dengan memberikan sikap yang berbanding terbalik dengan apa yang telah
diberikan Tuhan?
Dan pada akhirnya kita –manusia- harus
punya kesadaran tentang hal ini. Berkekatan dengan Tuhan adalah kehanifan
manusia dan menjadi nilai mutlak secara hakikat. Keterkaitannya absolut. Tapi
manusia memilih untuk tidak bersedia menyambut Tuhan yang telah
menghamparkan ruang begitu luas untuk setiap munajat. Bukan hanya satu orang,
semua orang pun bisa datang. Dan keikutsertaan hati yang akan menjadikan “pertemuan”
dengan Tuhan menjadi VIP, istimewa.
“mati sak jeroning urip” adalah bentuk kiasan dari melebur diri
dalam munajat kepada Allah dan tak lagi merasakan hiruk pikuk dunia, manis
pahitnya, asam hambarnya. Segalanya tertutupi oleh kenikmatan munajat kepada
Allah yang sudah in.
Tapi kenyataan yang ada, banyak manusia
mendekat ketika ada masalah mendera. Bersimpuh memohon, agar permasalahannya cepat selesai.
Dan setelah segala urusan baik-baik saja, manusia bergerak teratur untuk
mengendurkan kedekatan pada Tuhan, hingga pada titik dimana pengkhianatan pada
Tuhan kembali terjadi.
Egoisme manusia terlalu besar, bahkan
terhadap Tuhan pun, ia mengedepankan egoisitasnya. Selalu ingin dijenguk
Tuhan, dan meminta solusi “hanya” ketika ada masalah. Dan ketika masalah
tersebut benar-benar tak ada. Tuhan disingkirkan dari kehidupan yang telah
berjalan mapan.
Lalu Tuhan memberikan jalan alternatife,
dengan memberikan banyak masalah. Dengan begitu, Tuhan akan punya banyak
waktu untuk sering menjenguk manusia.”
Kang Kamali
melemparkan kertasnya yang sudah berada di dalam botol ke tengah laut.
Melambung jauh. Tak terdengar suara botol jatuh ke air.
*---*
“Dancok” Presiden
berucap spontan ketika botol bekas hemaviton tanpa tutup itu mengenai
kepalanya. Ada kertas didalamnya. Presiden mengambil isyarat pada anak buahnya
untuk mengambil kertas yang ada didalam botol. Siapa tau itu jin yang dikutuk
menjadi kertas dan ingin keluar dari botol tersebut. Lalu memberikan 3 permintaan.
“Cuma kertas
minyak, presiden. Tapi ada tulisannya”
“bukan jin?”
tanya presiden yang masih berharap itu adalah jin yang akan memberi 3
permintaan.
“bukan!”
“Apakah surat
dari jin?” Presiden tetap ngotot
“Tulisannya
seperti tulisan manusia, jelek sekali”
“itu berarti
tulisan jin. baca!” Presiden optimis
Staffnya
membacakan tulisan yang ada di kertas minyak dengan lantang. Presiden menyimak
dengan serius.
“Dancok, dancok,
dancok, astaghfirullah” Presiden berwajah merah
Mari merenung
“Tuhan
tidak butuh kedekatan dengan manusia. Tapi manusialah yang hakikatnya tidak bisa
tidak untuk berada tidak dekat dengan yang menciptakan”
Salam
2
Februari 2014
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”
iya bener bang.. tapi sebagian besar dari manusia tanpa sadar telah menjauhkan diri dari sang pencipta dan lebih mendekatkan diri ke hingar bingarnya dunia yang hanya sementara..
BalasHapushmmmmm.. bang moti keren keren artikelnya.. aaaaaakkkk
nulisnya bermanfaat :)
Betul itu bang ...
BalasHapusManusia hanya ingin meminta bantua kepada Tuhan ketika kesusahan saja.
oh itu tulisan dari kertas minyak toh, kirain gua bagian font yg beda itu dari scanner wkwk
BalasHapusyap, gua setuju sama lu bro. egosime manusia emang terlalu besar sehingga bisa melupakan Allah, sedangkan waktu susah baru balik lagi sama Allah. kalo pepatah bilang mah kacang lupa kulit.
scara tersirat, tulisan lu mengingatkan kepada orang untuk kembali ke Allah bukan cuma waktu susah aja. thanks bro :)
selalu terkesima dengan tulisan bang moti ini..
BalasHapuseh kalo lagi sakit dan ngeyel dan mengeluh berlebihan ke Tuhan itu sama kaya kasus ini gak? "minta dijenguk Tuhan, dan meminta solusi 'hanya' ketika ada masalah"?
super sekali mot
BalasHapuslo bisa ngingetin ke orang lain dengan cara seperti ini
semoga tulisan ini banyak yang baca dan banyak yang tersadar
agar lebih bermanfaat lagi, dan lagi
ini tulisan lama kah? 2 Februari 2014? :)
BalasHapussumpah keren banget postingan sampean yang ini Bang. sampean menyampaikan unek-unek melalui cerita kemudian melalui surat yang di tulis di kertas minyak tersebut.
BalasHapusyaa begitulah sifat manusia 'cuman butuh nek onok butuhe tok'. bukan hanya kepada Tuhan tapi kepada saling manusia juga sering seperti itu. kita cuman butuh Tuhan ketika kita ingin sesuatu sehingga kita terus memohon kepada Tuhan. tapi ketika kita tidak butuh, kita selalu tidak menghiraukan Dia. maka jangan salahkan Tuhan apabila terus memberi kita masalah, karena justru dengan masalah itulah yang membuat kita agar bisa dekat dengan Allah SWT.
sekali lagi tulisannya keren mas, bisa menyenggol pemikiran manusia yang selama ini berdoa cuman ada butuhnya tok. termasuk menyinggung saya juga karena biasanya saya juga melakukan hal seperti itu.
Asik dah, gak ngomongin cinta terus.
BalasHapusBener tuh, manusia cuma minta bantuan tuhan ketika kesusahan saja.
Dancok
BalasHapus