Memaksa Nyastra

Doc

Sebagai orang yang “mengaku” penulis. Terkadang saya ingin juga menulis cerpen sepertinya penulis-penulis lain yang mampu menciptakan cerita yang hidup, enak dibaca, tidak mainstream. Setelah mencoba, mempelajari sistematika pembuatan cerpen dengan sedemikian rupa. Ternyata hasilnya sama saja. Cerpen yang saya buat tetap terasa hambar. Tidak ada ruh yang menghidupan cerita. Daya gugahnya sangat rendah.
Apa saya menyerah? Sepertinya tidak semudah itu. Tapi membuat cerita yang sama sekali tidak matang alias mentah, atau lebih bisa disebut sebagai gagal ternyata memakan banyak waktu. Dan waktu menulis untuk bentuk tulisan-tulisan yang lain jadi terbengkalai. Apalagi cerita yang saya buat sama sekali tidak mampu menggugah pembaca. Jangankan pembaca, saya sendiri yang menulis saja tidak merasa tergugah sama sekali. Ada rasa kecewa dengan cerita yang saya buat.
“Kenapa tidak bisa seperti A.S. Laksana, Seno Gumira Aji Darma, Triyanto Triwikromo, Agus Noor, Cak Nun, Gus Mus, dan penulis muda seperti halnya Syafiq Muhammad.”
Begitulah saya merasa kecewa. Saya merasa sangat terkucil dengan cerita mereka yang hidup, sedang cerita yang saya buat tetap terus saja mati. Beberapa teman yang lain pun juga sudah mulai melonjak dengan cerita-cerita fiksi yang mereka buat. Tapi saya? Saya masih tetap berada di garis yang sama seperti sediakala, cerita yang saya buat tetap “impotent”. Cerita yang sama sekali tidak mampu berdiri tegak. Setidaknya hanya untuk menantang pembaca. Dan seperti itulah, saya merasa cerpen yang saya tulis,  sastra lewat cerita fiksi tersebut hanya nafsu syahwat belaka. Barangkali bisa disebut demikian. Sebab basic yang saya punya, mungkin tidak berada disana. Maka jika saya membuat cerpen, sepertinya hanya dikategorika sebagai memaksa nyastra belaka.
Masalah adalah, apakah saya akan terus menyerah dengan “lemah syahwat” terhadap sastra cerita pendek yang saya derita? Apakah tidak ada kemauan yang berlebih untuk membuat ide sastra berdiri tegak. Misalnya, maaf, anda adalah seorang laki-laki yang tidak punya kemampuan “mendirikan kemaluan”, apakah lantas diam, menyerah, dan tidak berusaha memperbaiki keadaan. Apakah anda akan tenang dengan hal tersebut tanpa mencoba berbagai variasi dan alternatif untuk menegakkan si titit.
Kita punya dominasi 70% persen untuk mengubah keadaan dan menjalankan segala sesuatu. Mindset dan usaha yang ditanamkan tidak mungkin tidak berbuah ketika kita mau dan bersedia untuk merawat apa yang sudah kita tanam.
Jujur saja, saya pun malu dengan cerita pendek yang saya buat, tidak menggairahkan. Tapi siapa yang memulai segala sesuatu dengan instan, langsung sempurna? Begitulah. Ini sebuah pergolakan batin yang mungkin sangat menjemukan. Sudah majemuk, klise, mainstream.
Maka saya bertanya pada diri sendiri ketika membaca tulisan cerpen yang amburadul tersebut.
“Saya harus memulai darimana jika tidak dari memaksa nyastra? Seseorang belajar bukan karena ia mahir. Tapi sebab ia sadar bahwa hal tersebut belum ia kuasai.”
Jadi intinya? Intinya bahwa apa yang kita inginkan dan kita yakini sebagai sebuah hal yang tidak mustahil untuk dikuasai, itu artinya kita masih punya kesempatan untuk menaklukannya. So? Apa susahnya menulis cerpen dengan rapi ketika kita dimampukan oleh Tuhan. Dengan proses belajar yang panjang, atau dengan sekejap. Itu urusan-Nya. Yang kita tahu, harus berusaha, soal panjang atau pendeknya proses yang membuat kita maju, itu berada diluar diri kita. Tuhan lebih berhak untuk menentukan hal tersebut. Selebihnya, kita punya keyakinan yang kuat terhadap keserba-baik Tuhan atas takdir yang sudah ditetapkan.
So? Tidak ada kata menyerah untuk menulis cerpen. Setidaknya saya masih punya keinginan dan punya harapan besar untuk menguasainya. Dan jika pun gagal, tidak mampu menulis cerpen dengan bagus. Paling tidak, saya sudah melaksanakan sebuah usaha untuk meraih apa yang masih berada dalam jangkauan saya sebagai manusia biasa. Saya kira, usaha adalah bagian dari rasa syukur pada Tuhan atas nikmat kemampuan yang masih diberikan.
Begitulah, saya masih bisa menuliskan ini sebab masih punya gairah untuk menulis. Ada rasa enggan untuk putus tanpa alasan. Atau putus dengan alasan sudah bosan atau tak cocok lagi. Soal tulisan kali ini bagus atau tidak? Mungkin saya akan tidak perduli. Dan mungkin pula esok hari juga akan saya terapkan terhadap cerpen yang saya buat. Bagus atau tidak? Tak perduli. Setidaknya saya sudah berusaha dan menuliskannya.
Jika tidak memaksa diri saya untuk nyastra, lantas saya harus berbuat apa untuk membuat cerita?

Salam
Moti Peacemaker


Saya mendapat kata-kata bagus (Menurut saya) dari Novel yang saya baca, belum khatam, baru mulai saya baca pagi tadi. Entah kata dari siapa, dalam Novel tersebut tidak disebutkan. Mungkin dari penulisnya sendiri, mungkin pula tidak. Yang pasti ada di Novel ExisTere, Sinta Yudisia, cetakan pertama 2010, Penerbit Lingkar Pena.


Der Herr Gott Wurfelt nicht.
Tuhan tidak sedang melempar dadu. Dia tidak bermain-main dengan takdir yang digariskan.
(Hal 43)


30 September 2014

7 komentar:

  1. Gue selalu berpikir tulisan kak Moti itu unik, nggak semua blogger ngerti tulisan kakak. Kadang cerita-cerita yang selalu kakak sajikan selalu mengandung makna yang nggak cuma bisa disimpulkan sekali pikir. Jangan menyerah kak!

    dilihat dari penulis, dan sastrawan yang kakak sebutkan di atas, gue tau... selera sastra kakak begitu berkelas dan manis. :)
    Semoga berhasil menuliskan dan menerbitkan cita yang kakak inginkan.

    BalasHapus
  2. Intinya, nggak ada yang nggak mungkin kalau kita mau. Yang penting usaha dan terus 'memaksa'. :)

    BalasHapus
  3. Well didunia ini yg instant bakal sementara broo. Proses dan perjuangan lah yg akan menjawab nya di hasil akhir nanti. Bukannya kita semua memang masih dalam taraf belajar? Yg penting mau belajar dan diajar itu udah mantep banget.
    Keren kok tulisan2nya. Jangan pernah atau semangat ma brooo! \m/

    BalasHapus
  4. quootenya manteb banget.
    ayo kak semangat, tidak ada pengorbanan yang sia sia sekecil apapun bentuknya.
    sekarang, emang cerpen kakak masih lemah syahwat. Setidaknya dari itu kakak sudah bisa membuat target target untuk kedepannya.
    membuat tulisan yangbernyawa, keren memang tidak semudah membuat mie instan. cukup 5 menit udah siap di nikmati

    BalasHapus
  5. Quote-nya keren. Jadi gak patah semangat untuk menulis. Jujur, gue kadang sering dimarahin ortu karena sering nulis. Tapi, karena mimpi gue mau jadi penulis, apapun keadannya gue harus tetap berusaha dan berdoa. :))

    #AyoMenulis

    BalasHapus
  6. padahal aklau bisa dibilang tulisan tulisan kamu di blog itu udah nyastra kok Moti..dan kalau dibaca itu terkesan pake bahasa yang tinggi..nah mungkin kamu saat nulis cerpen bisa mencoba menulis dengan kesan bahasa yang lebih rendah, lebih nyantai dan lebih meliuk liuk..tapi tulisan kamu skrang tiap aku baca kayak ada rasanya gitu..coba deh bikin Mot!

    BalasHapus
  7. wow, bagus post nya :)
    would you like to follow each other? :)

    http://choccopost.blogspot.com/

    BalasHapus