Sevisi


Saya banyak menceritakan di blog ini mengenai bagaimana antusiasme saya soal menulis. Baik untuk diri saya sendiri maupun orang lain. Tapi seperti halnya perkara umum lainnya, untuk bisa mempertahankan -apalagi menguatkan-, perlu kultur yang tepat dan sesuai. Sama halnya dengan perkara umum lainnya, antusiasme itu bisa luruh begitu saja dengan gempuran antusiasme lingkungan yang berbeda.

Sevisi adalah modal kuat untuk menguatkan antusiasme dan mewujudkan harapan yang sama. Itu yang saya rasakan di percik.id. Sebuah kultur yang memang benar-benar peduli literasi. Tidak ada uangnya. Bahkan lebih banyak keluar uang. Tapi demi cinta, apalah arti materi. Itu yang tidak banyak dimiliki orang. Kesediaan untuk melakukan sesuatu tanpa ada imbalannya, kecuali imbalan rasa bahagia. Betapa bahagia bersama orang orang semacam itu. 

Satu hal yang agak janggal sekaligus menarik adalah percik.id membuat lomba dengan total hadiah 1 juta lebih. Aneh nan janggal karena saya tidak pernah memberikan fee sama sekali kepada penulis percik.id. Karena memang aliran dana dari percik.id untuk memberikannya tentu tak ada. Percik.id merupakan murni web yang memuat tulisan para penulis muda. Tanpa sama sekali ada imbalannya. Lakok ini gembaya membuat lomba berhadiah.

Aliran dananya dari mana?

Rahasia! Yang pasti tidak ada sponsor di luar percik.id yang ikut serta dalam memberikan sumbangsih hadiah. Semua berasal dari percik.id sendiri. Sementara demikian. Entah nanti kalau-kalau ada yang mau berpartisipasi. Kalau. Sekali lagi, kalau. Dan toh semua hadiah itu sudah benar-benar siap.

Sekali lagi, tanpa sevisi tidak mungkin hal ini bisa terjadi –tentu saja karena kuasa Alloh-. Tapi yang paling mengesankan adalah betapa kultur semacam ini membuat semangat semakin menguat. Tinggal sampai kapan ini akan bertahan.


Möti Peacemaker

1 komentar: