Tak juga kau
datang dengan membawa bahagia yang aku pesan dengan sepenuh hati. Tak juga
sampai kini, bahkan ketika aku merinding melawan terpaan angin malam di tengah
samudra kehidupan yang mengerikan. Tidakkah air mata yang menetes ketika
mengingatmu itu tak juga cukup untuk mengundang perasaanmu tergugah datang
kemari dan senyumkan bibirku yang bosan dengan kekakuan.
Sayangnya hanya
kau saja yang aku inginkan hadir disini dan mengusap luka-luka yang tercipta.
Seandainya pun bisa, aku juga tak ingin merindukan siapapun untuk membuatku
berdiri kembali melawan gelombang yang ada didepan mataku. Cukuplah kerinduanku
untukmu dan tak perlu ada siapapun datang kemari. Sebab yang datang kemari dan
itu tidak kau, hakikatnya adalah tidak ada. Keberadaan yang termutlakan dalam
relungku adalah hembusan nafasmu.
Seandainya air
mataku kini kering, aku tak tau lagi bagaimana cara untuk menunjukkan betapa
kecewanya aku dengan ketidakhadiranmu disini. Suaraku telah habis untuk
melantunkan lagu cinta untukmu. Berharap engkau mendengarnya dan datang kemari,
menyambutnya dengan bahagia. Dan sampai kini, ketika aku tak punya apa-apa lagi
untuk mengekspresikan rasa kecewa yang ada, kau tak juga sampai disini.
Menemani detak jantungku.
Cerita apa lagi
yang harus aku jadikan referensi perjalanan cinta dan menguatkan keyakinan
bahwa cinta tidak pudar dengan sekali gores. Tidak semudah itu.
Yang terakhir,
dan hanya tinggal ini yang aku bisa. Beri aku waktu menangis dan akan kering
air mataku bersama lenyapkan setiap memori kehidupan yang pernah terlewati. Bersama
cinta yang akan menuju nirwana, mengatakan cinta sejati yang pernah aku junjung
demi anugerah yang “terlanjur” diberikan. Mungkin juga cerita yang kau
torehkan selembut sutra. Kalaupun bisa, aku ingin terus membawanya. Meski terus
menyayat. Sebab kau tak juga datang kemari. Mendekap air mataku.
--
aku kirimkan bunga cinta lewat hembusan udara kehidupan. Suatu saat angin dari
sini akan melewatimu dan ia telah berjanji memberimu mewar merah yang selalu
engkau banggakan. Selamat menikmati keharumannya, seharum itulah cintaku
padamu. Aroma terharum yang pernah kau nikmati dalam dimensi kehidupan fanamu
--
Selamat
hari senin
Surabaya,
17 Maret 2014
Moti
Peacemaker
Gue izinin, mot.
BalasHapusTernyata keren juga diksi2 lo, simple tapi romantis banget. Kalimat favorit gue, "cinta tak akan pudar dengan sekali goresan".
Keren
fiksi bang...terima kasih izinnya
Hapusmoti, seperti biasa, bahasamu selalu menakjubkan.
BalasHapusdan tulisan mu ini, sama seperti yang aku alami saat ini.
kerinduan yang seperti tak pernah habis untuknya.
kerinduan yang semua tentangnya yang seakan enggan pergi dari pikiran.
kerinduan yang selalu mengundang tangisan.
hanya lewat air mata ku salurkan rindu yang tak berujung ini.
begitu perihnya rindu, saat kau disini.
masih belum bisa bangkit dari keterpurukan, mot.
tidak mudah, sangat tidak mudah ternyata.
hadah...kok jadi malah berasa nyindir orang lain
Hapusgila keren banget bang bahasa postingan lo, kesastra-sastra-an. haha
BalasHapusini elu ditinggal gitu yah ?? ato gimana ?? hehe
eh...kagak gitu juga......kan fiksi....
Hapuscoba deh bikin novel dengan gaya bahasa begini, pasti bakalan sejajar sama Benz Bara..
BalasHapuskalo gue tangkap maksudnya sih..
ini tentang cowok yang udah saking gak kuatnya sampai minta ijin buat nangis, mungkin karena stres ngerjain UN di kelas atau mungkin hal lain.. iya, bisa jadi.
dan gue masih ngakak kalo ngeliat yang punya blog tulisannya mainstream begini tapi headernya yang punya blog malah foto selfie :D
jiah...jiah....langsung saya ganti dah headernya
HapusGk tau musti berkomentar apa. gue "enak" banget baca tulisan ini. seakan gk mau berhenti baca. diksinya maknyus. :-D
BalasHapusJadi, kapan air mata lo mau berhenti? hihi
enak atau enek? :P
Hapusnamanya juga fiksi ...haduh
BalasHapusterima kasih :P
BalasHapusKeyen kakak :D
BalasHapusTulisannya simple tp nusuk banget..
kayak pedang yak?
Hapus