Kalau saja aku tak menangis di pangkuanmu
Mungkin sirna sudah cintaku padamu
Sejukmu merayap lenyap
Damaimu tenggelam dalam keangkuhan
Kemana akan aku larikan rinduku
Atau aku harus lari dari sini
Melarikan jenuh rinduku
Aku rindu padamu seperti merindukan jasad tak bernyawa. Bukankah
disini, dulu aku bisa bermain sepuasnya tanpa biaya. Berlari sepuasnya sampai
bercucuran keringat. Dan kini segalanya berubah. Tanah desaku kini menjadi
gedung-gedung bertingkat. Tambang uang negara asing. Jujur saja, saya sangat
tidak suka keadaan ini. Keadaan dimana tanah pribumi di eksploitasi dengan
surat legalisasi dari pemerintah yang menyakitkan.
Aku, Arturo Barislov alias Kang Bari, masih bisa berfikir soal
masa depan Indonesia. Bersama orang-orang waras di negeri ini yang bahkan malah
sering dianggap gila. Termasuk saya. Tapi jujur saja, saya juga bukan orang
yang sepenuhnya waras.
Aku merindukanmu seperti merindukan kertas terbakar. Mungkinkah
hanya aku yang meregang rindu sedemikian kuat. Akankah teman sepermainan dulu
pun juga memiliki rasa yang sama terhadap keadaan desa yang tak bisa
dinostalgiakan dengan melihat keadaannya sekarang. Jauh, sangat jauh dari
keadaan ketika cikar adalah mercedes bagi kehidupan saat itu.
Adakah yang rindu pada Dokar di jalan berbatu. Ya, dijalan
berbatu. Sebelum ada Ford, BMW, dan kendaraan model modern.. Lihat juga tidak
pernah. Dulu, jalan kaki dengan jarah puluhan bahkan ratusan Kilometer adalah
kenikmatan tersendiri. Sensasi hidup dalam kesederhanaan. Nyatanya dulu lalu
lintas angat nyaman, tanpa kecelakaan lalu lintas dan menghemat keuangan
negara. Sebab tak perlu juga subsidi BBM. Kas negara secara riil diberikan
untuk keperntingan rakyat dengan sasaran yang tepat.
Terlepas dari Dokar atau nikmatnya jalan kaki. Desa kita tempo
doeloe punya kenikmatan bermain yang sangat jauh dari zaman sekarang yang
bahkan terkesan wagu. Iya toh? PS, Game Online, Hp, dan apapun yang
sifatnya mbayar. Itu game wagu yang sangat jauh dari kualitas
serta kenikmatan permainan zaman dulu. Bentek, boymen, obak
deli’an, slodor, nekeran, dan lain sebagainya. Kegratisannya pun tidak
pernah bisa diragukan. Dijamin! Sarana dan prasarana tanpa biaya. Permainan
zaman dulu pun mengajarkan kita mandiri dan memiliki jiwa kreatif serta inovatif.
Perahu dari daun bambu, meriam ala bumbung, pedang ala gedebog,
dan parasut ala sarung.
Rindukah tengkukmu pada budaya tradisional yang nikmat itu? Tapi
bahkan sekarang desa kehilangan rasa manis tradisionalitas. Dan hanya
memunculkan kerinduan pada hal tersebut. Orientasi hidup telah berubah
sedemikian jauh. Segalanya butuh dana, pohon-pohon hilang, dan permainan desa
terkurung murung.
“Minta play station, mak! Mobil remote”
Adakah kebahagian orang tua yang lebih dari memberikan apa yang
diminta oleh anak? Tapi permintaan anak sekarang sungguh sangat berbeda.
Konteksnya berbeda. Secara dimensi memang berbeda. Tapi dimensi manakah yang
mengharuskan membunuh adat dan budaya sendiri? Kita sedang terseret arus yang
bahkan diri kita sendiri sulit mengendalikan laju peradaban dan orientasi diri
sendiri.
Kita harus mengakui dalam hal ini kita sangat tidak menghargai
budaya yang kita miliki, bila kasusnya seperti ini. Modern yang kita gunakan
telah menenggelamkan diri sendiri pada budaya kita. Gengsi telah mengubah
gaya hidup kita menjadi sangat konsumtif secara berlebihan. Modern tak selalu
tepat, apalagi untuk makhuk desa.
Kita harus merenung dan mengingat memoar kita tentang perjalanan
sampai saat ini, keadaan yang dihimpit
oleh kemerosotan.
Pada masa kecil, anak-anak bisa bermain yang mereka sukai tanpa
harus meengeluarkan uang. Anak-anak zaman dulu sangat kreatif, imajinatif, dan
cerdas memanfaatkan peluang yang ada. Area ada dan alatnya ada, tanpa biaya.
Bermain berkelompok dan mampu menghasilkan permainan dengan daya kreatifitas
mereka sendiri. Segala hal diukur bukan karena gengsi. Tapi insting seni dan
kesederhanaan.
Kita lihat pada keadaan zaman sekarang. Segala hal ingin instan,
tanpa proses, hidup harus dinamis, serba cepat, kapitalis. Hal seperti
ini yang menjadikan manusia sangat ketergantungan pada uang, sebab segala hal
bisa berjalan instan dengan uang. Dan menjadi faktor yang membuat manusia
menjadi sangat tergila-gila oleh uang. Kita terlalu terjerumus dalam dimensi
matrealistik. Bahkan, boker saja harus bayar.. Kapitalisnya akut, parah, keblacut.
Memoar kita benar-benar harus diloncatkan pada masa lalu. Dimana
hampir semua rumah diberi teras untuk berteduh siapa saja. Disediakan kendi untuk
siapapun. Tapi orang sekarang pelitnya masyaallah. Rumah-rumah saja sekarang
dipagari tinggi-tinggi. Dan hubungan antar tetangga terasa penuh sekat. Budaya
siapa ini?
“Kalau saja kecintaan kita pada tanah air sekuat paku bumi. Tak
akan kiranya tanah ini menangisi keberadaannya yang tersia-sia dan cinta kita
tak akan membiarkan setetes saja air yang menetes tanpa mengucapkan terima
kasih”
Salam
jadi ingat main di kampung abang dek, main kelereng, main sembunyi2an, main lompat karet, main senapan bambu, emm permainan traditional yang sudah punah. :(. postingan adek buat abang ngelompat ke masa sd
BalasHapusiya,,,kenangan yang bagus....seharusnya kearifan budaya tersebut bisa terus hidup....budaya kita
Hapusya dek, itulah kewajiban generasi kita memelihara dan menghidupkan kembali agar anak2 kita kelak tak lupa masih ada permainan yang lebih asyik daripada duduk didepan layar
HapusBudaya bangsa memang haus dilestarikan, tapi tidak serta merta anti dengan kemajuan jaman dan teknologi.
BalasHapusGua juga pernah ngerasain gimana serunya permainan tradisional, biarpun kadang ada sedikit cek-cok dengan teman, itu hal yang biasa.
Kenangan yang sulit didapatkan kelak untuk anak-anak jaman sekarang.
Gue jadi pengen naik dokar setelah baca postingan ini. Tapi, sekarang dokar udah kalah sama Ford, BMW, dan kendaraan model modern. Gue suka sama postingan ini. :)
BalasHapussatu yang mau saya tanya, darimana inspirasi rangkaian kalimat2 itu? iri saya..
BalasHapussering banget nyoba untuk merangkai kalimat2 yang semacam itu, tapi selalu kurang maksimal.
pesan moralnya bagus :)
BalasHapusemang bener jaman sekarag transportasi tradisional udah tergeser, sayng banget padahal dulu becak,dokar masih diminati banyak orang..
dokar sekarang kemana ? dulu masih enak ada dokar dan becak yang elegan , tapi sekang semua dikendalikan oleh mesin :v , tapi mending tenanga MH daripada mesin . krn masih bisa di perbarui :v
BalasHapusbeginilah zaman yang semakin berkembang. anak-anak zaman sekarang mah mainannya 'canggih-canggih'.
BalasHapusIni salah satu bentuk penetrasi budaya asing.
BalasHapuskalimat-kalimatnya luar biasa, kak. Mantap! Sangat inspiratif dan menggugah.
BalasHapusHarusnya generasi sekarang selain dikenalkan (dikenalkan bukan dimanjakan) dengan teknologi, juga banyak dikenalkan dengan hal-hal tempo dulu:")
"Cinta kita takkan membiarkan setetes air saja jatuh tanpa ucapan terima kasih" ini kalimatnya dalam sekaliii :")
Saya kira mau buat cerpen:D
BalasHapusAwalnya aku kok jadi saya, terus ke aku lagi ya? *mikir
Semoga zaman yang makin berkembang tidak memudarkan budaya timur yang dijunjung bangsa ini sedari dulu. Dan adalah tugas kita para generasi masa depan untuk membuat sebuah peradaban baru yang canggih, intelek, berteknologi tinggi, dengan tetap melestarikan budaya dan tradisi masa lalu dengan baik, tanpa menghilangkan sisi baik dan budi pekerti, serta karakter bangsa yang kini kian terkikis karena terlalu berkiblat pada negara negara Barat.
Semoga generasi ini bisa arif menghadapi masa ini dan masa depan.:)
suka banget sama tulisan sampean mas.
BalasHapusiyaa, memang sekarang jaman udah berubah, mulai dari budaya, tempat, kendaraan bahkan sampai permaianan untuk anak-anak. dulu tempat-tempat lapangan yang bisa kita buat bermain layangan atau sepak bola sekarang sudah di bangun perumahan-perumahan mewah. begitu juga kendaraan, sekaran setiap orang sudah punya kendaraan bermotor. yaa minimal sepeda motor. sehingga tidak heran apabila melihat jalanan macet, apalagi jakarta. parah banget.
untuk permainan masa kecil juga gitu. dulu jaman gue masih kecil masih demen banget main kelereng, layangan, sepak bola, pokoknya permainan yang mengasyikkan tanpa mengeluarkan biaya. tapi anak jaman sekarang udah tidak ada yang main permainan-permainan itu. mereka lebih memilih untuk mengahbiskan uang untuk duduk di layar PC bermain game online.
yaa, jaman emang sudah berubah. tapi, semoga kita tidak tenggelam sama kecanggihan teknologi ini.
Bentar. Kayaknya ini adalah satu dari banyak alasan kenapa kak Moti sempat enggak memakai facebook untuk waktu yang agak lama.. ya, mungkin ini salah satunya.
BalasHapusBtw iya juga sih, pelan-pelan orang juga mulai sadar, para orang tua melihat permintaan anak sulungnya sudah berbeda dengan permintaan anak bungsunya, para anak sulung yang tumbuh di lingkungan dengan kebebasan bermain di lapangan juga mulai sadar melihat adik bungsunya tumbuh di orientasi yang berbeda.. Sungguh, era ini baru saja terjadi, baru saja terjadi, tetapi dampaknya sudah sangat kian jauh menyakiti. Pedofilia, pornografi, pecinta Huda.. semua itu dampak negatif dari teknologi. Sebentar, kenapa kalimat terakhir saya seperti ada yang salah. hmm
setuju banget sama Moti, gue selalu setuju dah Mot...memang 100 persen bener...sekarang mana ada anak anak yang mau jalan kaki, jauh sedikit ada dia tinggal memacu gas di pucuk tangan. alaaah, anak SD aja udah pada punya motor jaman sekarang...sedih memang...sudah tak ada lagi rasa kebersaman dan rasa saling memiliki karena itu tadi...tak ada lagi kendi untuk tamu, yang ada pagar tinggi tinggi, seakan berkata "awasss maliingggg!!!" memang jaman sudah banyak berubah Mot...nggak cuman cara hidup tetapi cara bersosialisasi dan cara memperlakukan orang lain..entah pas kite udah jadi umi abi mau jadi apaaaaaa dunia ini -.-
BalasHapuswuiihhh moti kata-katanya jedaar membahana euyy .. menginspirasi banget tuh... mengingat desa sekarang sudah tersentuh dengan modernitas jadi sisi-sisibtradisionalnya mulai meluntur. perlu ada penyadaran di seluruh kalangan atau berbagai pihak .. setidaknya jangan sampai modernitas atau kecanggihan itu menghilangkan tradisionalnya desa... ya kan. . sebab suatu saat juga qt pasti akan rindu hal2 tradisional yg ada di desa... seperti naik dokar tapi ngomong2 sy gak pernah naik dokar *upst
BalasHapus