Kenapa Tak Mati Hari Ini?

Why? Apa masalahnya?

 Semua orang punya persepsi sendiri-sendiri dalam hidup. Tak ada yang bisa memaksa, juga aku. Aku tak ingin bertanya pada waktu, bahwa segalanya telah terencana. Aku sudah curiga dan menduga, waktu ingin mengajak bermain rahasia. Dan manusia adalah salah satu yang punya keyakinan mampu untuk melepas pertanyaan tentang rahasia masa depan. Bahkan gunung pun tak bersedia menerima mandat ke-khalifahan bumi. Dan manusia dengan segala keyakinan “merebutnya” dengan bangga.
Seperti inilah manusia, berkelit seperti apapun untuk merasa bukan manusia pun sia-sia. segalanya telah terjadi. Kita terlanjur terlahir sebagai manusia dan bertanggungjawab atas hiruk pikuk yang terjadi di dunia. Mungkin hanya bisa menangis kecewa. Esok hari tak pernah berjanji memberi naungan. Dan kita sendiri tidak punya kepastian atas ketenangan hari esok. Kecuali hanya harapan belaka.
Maka aku katakan pada diriku sendiri, ketika waktu hadir sebagai saksi. Kenapa tak mati hari ini? Warna kehidupan telah pudar. Pelangi di bola mataku pun telah lama bersembunyi dan tak kunjung muncul untuk menghias pola hidup. Apakah waktu sendiri punya keyakinan bahwa segala-galanya akan baik-baik saja? Esok hari akan kembali seperti hari kemarin? Dimana cinta masih punya waktu untuk datang dan menyejukkan hati. Aku sendiri menangisi hal ini dan berharap waktu dipangkas cepat kalau memang hari esok hakikatnya jauh lebih gelap dari hari ini.
Apa yang ingin diharapkan dari esok hari yang akan lebih gelap? Aku tak ingin tak yakin pada waktu seumpama ia ternyata berjanji esok hari akan terisi warna yang lebih indah dari kemarin, atau hari ini. Aku benar-benar tak ingin untuk tak yakin. Tapi maaf, kemarin janji-janji telah dimentahkan oleh politisi gadungan. Dan aku, kita –mungkin- terlalu takut untuk dijanjikan masa depan yang cerah.
Kemarin, orang-orang yakin dengan reformasi dan janji-janji yang berkibar diatas pohon. Menunggu reformasi itu benar-benar akan merubah bayangan masa depan yang selama ini menghantui. Tapi sampai kini, tak juga muncul cahaya baru yang menerangi kehidupan kita. Janji-janji diatas pohon itu tertiup angin dan melayang entah kemana. Sekian lama perubahan-perubahan wajah di parlemen. Sekian lama orang-orang yakin bahwa wakil rakyat akan menepati janji-janji sebagai pembantu kehidupan masyarakat, tak juga ada.
Sekian lama orang-orang diyakinkan hari ini harus ada perubahan, tapi tak juga ada perubahan. Ketika orang-orang diyakinkan dengan slogan lanjutkan, tapi yang berlanjut ternyata hanya kemandegan seperti hari-hari yang lalu. Ternyata orang-orang bawah masih harus merogoh saku dan air mata lebih dalam untuk daging sapi yang tega-teganya ditelan mentah-mentah.
Lantas kenapa tak mati hari ini? Apakah janji waktu akan hadir berbeda dengan janji-janji politisi yang terhenti di poster-poster. Atau janji seorang kekasih tentang kesetiaan yang ternyata kalah dengan gengsi. Masa depan apa yang akan dijanjikan? Aku tanyakan rumput yang bergoyang, tak ada jawaban. Ia tak bergeming dan tetap bergoyang. Mungkin ngambek.
Kehidupan pekat sudah. Masih ada waktu untuk mati hari ini. Sebelum esok hari datang dan menyiksa keadaan tanpa bisa bernafas, tanpa hadir kematian. Kalau hari esok hadir dan masih cerah, aku curiga lusa ia datang dengan kekejaman rangkap. Kalau lusa ia masih tak datang, jangan-jangan ia akan datang setelah lusa dengan membawa cerita luka hattrick. Seperti  pinalti yang dihadiahkan wasit mabuk dalam pertandingan el-classico untuk Lionel Messi.
Apa makna kehidupan esok hari? Apa arti kehidupan saat ini? Kalau cerita memang telah disetting muram. Kecuali Tuhan berjanji akan menemani hari-hari yang akan dilewati dengan penuh kasih sayang yang telah dijanjikan. Sebab Tuhan tak pernah ingkar, apalagi berbohong. Fakta sejarah. Dan Ia memberi kesejukan tanpa batas. Jika hari ini atau esok tak Tuhan enggan menemani, apalah arti kehidupan. Dan mengapa tak mati hari ini?
Salam
9 April 2014


“Akibat datang dari faktor. Dan faktor harus punya power ekstra untuk meyakinkan dan menunjukkan fakta yang akan dihadirkan. Bukan siapapun yang akan jadi presiden, tidak pula cacing atau boneka. Siapapun, yang pasti harus menguatkan pondasi faktor dan menunjukkan fakta kecerahan masa depan”

15 komentar:

  1. Mantap Mas... jempol..jempol untuk tiap postingnya yg unik, keep blogging with unique idea..

    BalasHapus
  2. Udah baca berulang-ulang, masuh sulit ngambil kesimpulannya. Sesimple 'untuk apa hidup jika garis hidup sudah dituliskan' atau ada yang lain? Atau kesimpulan itu salah? Hehehe.

    Tertarik di bagian wasit mabok. Rival abadi Real Madrid ini emang gampang banget jatoh. Tapi di final CDR kemarin, wasitnya jauh lebih tegas. Alhasil nggak ada penalti gara2 diving.
    Sorry nih malah ngomongin El Clasico. Maklum, sedang bergembira hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. madridistas....sabar..bakal juara 3 kompetisi pokoknya ..amiin

      Hapus
  3. semacam muak sama janji-janji para politisi gitu ya... atau mungkin semacam putus asa dengan semua yang dikatakan oleh mereka calon-calon yang katanya akan membuat setiap hari-hari ke depannya akan lebih berwarna.

    mungkin kita terlalu lelah~

    BalasHapus
  4. aku bingung, yang tak mati itu siapa? aku atau waktu?
    :D

    Tetapi percayalah Tuhan tak pernah ingkar janji. Setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Setiap ada kesedihan pasti ada kebahagiaan.

    Sedangkan bagaimana waktu bergulir, atau berlalu,kita sendiri yang memaknainya. So enjoy aja... Jalani hari sebaik mungkin, untuk masa depan yang lebih baik. :)

    BalasHapus
  5. Kak maaf otakku masih susah nyampe sama apa yang kamu tulis di atas. Huhu kayaknya harus mulai terbiasa baca tulisan semacam ini kali ya?

    Tapi nangkep sedikit sih, intinya kita jangan berharap sama manusia. Berharap sama manusia itu nggak ada jaminan apa-apa. Berharap sama Allah karena dia yang udah menakdirkan kita buat hidup. Ya semoga komentarku nyambung hehe..

    BalasHapus
  6. Pernah buat puisi yang judulnya "mati lain kali" salah satu baitnya aku tulis...

    Aku mohon, mati jangan dulu datang
    Biar dulu jatuh bintang

    Agak kontras dengan prosa punyamu. :))

    BalasHapus
  7. Pernah buat puisi yang judulnya "mati lain kali" disalah satu baitnya aku tulis...

    Aku mohon, mati jangan dulu datang
    Biar dulu jatuh bintang

    Agak kontras dengan prosa punyamu. :))

    BalasHapus
  8. aduh moti..tulisanmu baguss tapi memuncahkan pesimisme..kenapa kita tidak mati hari ini? karena Tuhan berbaik hati memberi kesmpatan untuk mati di lain hari...karena kita tak hanya bertanggung jawab terhadap hiruk pikuk dunia, tetapi juga terhadap diri sendiri di akherat..Tuhan begitu baik memberi waktu untuk sedikit memperbaiki, siapa tahu esok hari lebih indah dari sekedar hari ini :)

    BalasHapus
  9. bahasanya terlalu indah nih.. otak gue gak bisa mencerna seluruhnya.. -_- tapi keren dahh..

    BalasHapus
  10. "Jika hari ini atau esok tak Tuhan enggan menemani, apalah arti kehidupan" suka sama kata-kata ini. nice post gan :D

    BalasHapus
  11. Gue curiga elo nulis ini terinspirasi dari ke-enggak terimaan elo sama wasit mabuk yang ngasi pinalty sama messi -_-

    Tapi okelah, gue mau jawab judulnya aja. Kenapa enggak mati hari ini? karena kita masih diberi umur. Iya, jawaban sesimpel itu sebenernya bermakna dalam. Kenapa enggak mati hari ini? karena kita masih berkesempatan untuk menyalakan senter dunia yang sering redup. Kenapa enggak mati hari ini? karena kita masih harus melakukan kebaikan..

    BalasHapus
  12. jujur ya... ini makna kehidupan yang dalem banget lho...

    btw, keren nih... kenapa tak mati hari ini ? hmm... jawabku, soalnya masih ada misi yang belum terselesaikan...

    BalasHapus
  13. keren..... seperti cermin . BIla dengan cermin biasa, hanya dapatkan gambar hidung dua mata dan wajah saja atau hanya dapat membedakan putih diantara hitam, tapi dengan kata dapat menumpahkan sesak dalam diri. "seolah kata ini, cerminan jiwa si penulis"

    BalasHapus