Jejak-jejak lama tak pudar juga sampai sekarang.
Banyak orang yang bisa menjadi acuan untuk melangkah, menuliskan sesuatu. Nama
orang yang aku catat untuk menjadi referensi belajar menuangkan kata-kata.
Mereka punya keahlian, kelihaian dalam menghidupkan kalimat yang dibangun dari
huruf-huruf. Goenawan Moehammad, Gus Mus, Cak Nun dan banyak yang lain.
You must Write, anything. Apapun itu. Banyak hal
sederhana yang memiliki potensi untuk menjadi luar biasa. Tapi banyak orang
pula yang dengan sesederhana itu pula membiarkan kesederhanaan lepas dengan
sia-sia.
“Perubahan besar, dimulai dari perubahan kecil”
Hal-hal kecil sering dianggap sebagai sebuah hal
remeh. Tapi bukankah kokohnya sebuah rumah ditopang (disangga) oleh
butiran-butiran, serpisan-serpihan pasir yang kecil yang berkumpul menjadi
satu? Dan perubahan besar, adalah banyaknya perubahan kecil yang dilakukan.
Mungkin menulis dianggap sebagai hal kecil. Dan
peranmu sebagai media penulis tak pernah dianggap tak besar. Tenanglah. Aku tak
pernah menganggapmu sederhana. Kamu adalah bagian dari kebesaran, kekuatan
seorang penulis.
Aku sendiri masih menimbang-nimbang apa yang aku
renungkan. Seandainya seorang penulis menunggu merasa cerdas untuk menulis.
Bukankah tak akan pernah ada yang menulis? Sebab orang yang cerdas tidak pernah
merasa cerdas. Selalu saja ada yang kurang dan celah untuk mengatakan diri
sendiri sebagai orang yang cerdas.
Sempat terfikir bahwa seorang menulis bukan hanya
sebab ia berwawasan, tapi ia menulis untuk menjadi berwawasan. Beberapa kali
aku sendiri merasakan bahwa ketika menuliskan sesuatu, muncul sesuatu
pengetahuan yang selama ini tidak aku tahu. Seolah-olah menulis adalah cara
menengadahkan tangan untuk menerima pengetahuan baru.
Para Salafush Sholih pun tidak sedikit yang
meninggalkan tulisan-tulisan mereka. Meski tidak menekuni dunia menulis dengan
penuh, setidaknya mereka masih meninggalkan jejak sejarah tentang orisinalitas
tulisan mereka dan gaya berfikir mereka yang bisa ditelaah.
Tentu aku pun ingin kamu menjadi tulisan abadi.
Jejak pemikiranku masih hidup dan digunakan untuk kebaikan, jika itu mampu
berbuah kebaikan. Jika jejak pikiranku lewat apa yang aku tulis adalah
keburukan. Aku tak kecewa, bahkan aku ingin tulisanku yang tidak bermanfaat,
apalagi berbahaya itu akan hilang ditelan waktu, dan tidak perlu mengusik
kesejahteraan yang bisa lebih baik dengan pemikiran orang lain.
Kebaikan hatimu, tidak akan mempersoalkan dari
siapa lidah dan tulisan siapa kebenaran muncul. Tidak ada rasa iri. Dan aku pun
juga sama sekali tidak ingin mempermasalahkan jika apa yang aku tuliskan, aku
ungkapkan tidak terpakai. Dan lebih senang jika menggunakan cara orang lain
yang dianggap paling pas, paling cocok.
Kita tak tau. Bahwa suatu
saat mungkin sebuah generasi muncul dengan kebutuhan yang berbeda dengan kita
sekarang. Dan kemunculan mereka, mungkin saja membutuhkan tuilisan kita untuk
membuka jalan keluar permasalahan yang mereka hadapi.
Moti Peacemaker
Tak ada alasan untuk tidak menulis, siapapun.
Abadi karena tertulis.