Kesentralan Ibu dan Kelalaian Kita

google
Entah sudah berapa banyak korban yang berjatuhan dan kehilangan banyak keindahan hidup. Momen-momen yang kelak seharusnya menjadi sarana nostalgia tidak benar-benar tercipta. Di depan televisi, mereka menghabiskan nafas masa kecil. Bersama teman-teman baru yang tidak benar-benar menjadi teman hidup dan pelengkap kekurangan. TV, Playstation, Laptop, Smartphone. Apa yang mereka genggam tidak benar-benar melengkapi kekosongan hati mereka. Teman setia mereka yang sesungguhnya adalah kesunyian.

Ibu yang kini tidak punya posisi atau memang memilih untuk tidak berposisi? Keadaan ini sesungguhnya adalah keadaan yang sangat tragis dan memilukan. Ibu mereka adalah kesunyian dan “nyawa tak nyata”. Sejak kecil mereka harus bergulat dengan argumentasi sang ibu tentang sebuah pilihan “emansepasi” perempuan dengan mangasingkan anak-anak untuk hidup dalam cerita apa adanya, tanpa varian cinta seperti anak-anak lain ketika Ibu masih “buta emansepasi” dan memilih di rumah.

Atas nama ekonomi, mereka meninggalkan rumah dan anak-anak dengan menitipkan pada pembantu. Anak-anak berinduk baby sitter. Cara hidup demikian sesungguhnya mengasingkan anak-anak di sudut kehidupan. Sepi, dan rindu. Tapi kapitalisme dan hedonisme tanpa sadar telah menciptakan suasana seolah “inflasi” dalam keluarga selalu saja menghantui. Segalanya yang ada dalam keluarga seolah tidak pernah cukup.

Anak-anak kehilangan bahasa ibu karena induk sesungguhnya memilih untuk memisahkan identitas mereka dari kodrat kehidupan sang buah hati. Kau lihat dan amatikah pemandangan kehidupan tragis mereka? Apakah seorang ibu meninggalkan anak-anak mereka di rumah adalah sebuah hal yang tabu?

Seorang ibu sah dan “sangat dianjurkan” untuk keluar dan lupa rumah oleh kapitalisme dan hedonisme. Keinginan yang menumpuk dan belum terealisasi adalah tanda kekurang sempurnaan hidup hingga kerja dan dapat uang menjadi prioritas mati-matian.

Kesentralan Ibu dalam mendidik anak dan menciptakan generasi berkualitas tidak lagi diindahkan. Hingga dengan alasan yang sangat remeh, posisi sentral dibiarkan kosong. Lantas menggunakan subtitusi yang tidak layak sebagai pengganti pendidik anak-anak mereka.

google
Kita lalai dengan kenyataan bahwa seorang Ibu adalah magnet kasih sayang dari seorang anak. Kita tahu bahwa secara langsung atau tidak langsung seorang anak terseret ke dalam pusaran cara berpikir seorang ibu. Tanpa sadar, seorang anak sejak kecil telah dididik secara untuk menyingkirkan banyak hal demi kerja dan materi. Ibu mereka sendiri yang mengajari. Dan mereka sendirilah korban hedonisme dan kapitalisme orang tua mereka.

Seorang anak menangis minta susu. Susu kebutuhan itu ikut terbawa ke ruang kerja. Susu kaleng dan sapi jadi pengganti.




Susu ibu untuk siapa?



Salam


Möti Peacemaker

7 komentar:

  1. baca ini, saya jadi mikir juga
    kayaknya udah biasa sekarang anak itu di rawat dan titipkan ke pembantu. jadi pada dasarnya anak itu di rawat oleh orang lain dan bukan orang tua kandungnya.\\

    nanya susu ibu untuk siapa
    hm, entahlah

    semoga para cewek yang baca ini bisa sedikit tersadar nantinya

    BalasHapus
  2. Sebenernya ibu yg nitipin anaknya ke baby sitter karena mereka mau gak mau harus kerja demi mencukupi kebututuhan hidup.

    Sebenernya juga ibu2 di ruang kerja pikirannya sering ketinggalan di rumah karena kepikiran anaknya.

    Ya, kadang ada juga ibu yg lebih milih masrahin anaknya ke baby sitter karena gak mau repot. Masing2 aja sih.. tapi emang alangkah baiknya seorang ibu di rumah aja. Makanya, para suami harus bisa mencari nafkah yg meyakinkan.. anak2 butuh banget perhatian ibunya.

    Pertanyaan terakhir itu, kok gue jadi pengen jawab susu ibu buat bapaknya ya Mot.
    Haha

    BalasHapus
  3. Serba salah juga sih. Soalnya ibu nyari uang juga buat nyukupin kebutuhan anak. Apakah belum cukup kalau yang nyari uang cuma bapaknya? Kalau menurut pandangan aku, yang juga kedua orang tua ku ikut bekerja, itu belum cukup. Kalau cuma bapak aku yang kerja dan ibu aku enggak ikut, itu nggak bakal cukup buat ngehidupin keluarga. Bahkan saat ibuku bantu untuk bekerja, anaknya pun belum bisa hidup hedon.

    Jadi tergantung gimana posisinya. Kalau pekerjaan bapak emang udah mampu untuk menafkahi keluarga, ya ibu enggak usah bantu kerja. Tapi kalau sekrianya enggak mampu, ibu juga harus bantu kerja, dengan syarat pekerjaanya enggak sepadat bapaknya. Biar bisa sekalian ngasih kewajibannya, yaitu ngasih kasih sayang ke anak.

    Pengen jawab juga susunya itu buat bapaknya :))

    BalasHapus
  4. begitulah, problematika. wanita karir yang punya anak, pusing kerja demi anaknya. tapi tanpa sadar, anaknya jadi malah kurang diurus. temen gue salah satu contohnya. ya tapi bagaimanapun juga, seorang ibu emang kewajibannya ngasih perhatian dan kasih sayang buat seorang anak. bukan cuma ngasih uang. kalau cuma uang tanpa perhatian mah...

    BalasHapus
  5. seorang ibu memang wajib mengurus anak apalagi menyusui

    BalasHapus
  6. YaaRabb, aku bener-bener kebawa suasana banget baca ini. Emang ya, sekarang banyak wanita yang berkarir, sampai anak-anaknya ada yang dititipin kemana-mana. Aku, yang cita-citanya jadi wanita karir jadi mikir 2 kali... :')

    BalasHapus
  7. buat gue sih ibu nggak bakal tergantikan sama mianan semacam playstation atauapalah, atau juga gadeget2 canggih.

    kebanyakan emang kalau wanita karir itu ya gila kerja , nggak fokus sama keluarga. yang jelas susu ibu untuk bapak mot kalo udah kayak gitu hihihi

    BalasHapus