“Sebab kita jakin, bahwa persatuanlah jang kelak kemudian hari
membawa kita kearah terkabulnja impian kita. Indonesia-merdeka”
Ir. Soekarno
Seyognyanya apa yang dituliskan oleh Bung Karno
dalam bukunya “Dibawah bendera revolusi” tersebut menjadi kecaman bagi kita
bersama, tidak boleh ada perpecahan untuk mencapai Indonesia yang merdeka. Apalagi tulisan tersebut berada di bab paling awal dalam buku
terbitan tahun 1959 tersebut (cetakan ke-tiga 1964).
Sesungguhnya
kita sendiri masih sangat patut untuk
bertanya-tanya, sudahkah kita merdeka dengan
sebenar-benarnya? Sebab kenyataan yang ada di mata kita saat ini, Indonesia masih menyelam dalam ketidakberdayaan kemandirian. Rakyat yang
sesunggunya menjadi penikmat dari sebuah kemerdekaan nyatanya masih banyak mendapat perlakuan
yang tidak mencerminkan kemerdekaan tersebut.
Founding Father Indonesiapun dengan jelas mencantumkan persatuan Indonesia sebagai salah
satu poin dalam pancasila. Dalam konteks ini, adalah wujud dari pelajaran masa
lalu dan terawangan masa depan. Kita seolah-olah “diwanti-wanti” agar perpecahan dalam diri bangsa Indonesia tidak
terjadi. Dan tentu saja berbeda, antara
kemerdekaan yang akan diraih sebelum dan sesudah menaklukan bangsa asing.
Kemerdekaan sesungguhnya setelah selesainya penjajahan bangsa asing adalah perang untuk
memerdekakan egoisitas dari setiap personal dan kelompok dari orang Indonesia
sendiri.
Ini
pula yang menjadi tontonan kita
bersama ketika datangnya “hajat” pemilu. Hakikat yang diinginkan dari rakyat
kecil adalah keperduliaan dari orang yang berada, tentang keberadaan mereka
yang seringkali tersingkirkan. Namun yang terjadi, orang-orang yang berada di
atas lebih asyik dengan kemenangannya sendiri dari orang lain, bahkan tak segan
menggunakan cara kotor. Ini awal perpecahan yang pada akhirnya menjadikan
karut-marutnya indonesia. Ke-egoisan dalam kemenangan atas nama diri sendiri
dan kelompok yang menghadirkan perpecahan.
Sebab kemenangan dari satu kelompok, kebanyakan
tidak merangkul kelompok lain yang kalah. Indonesia seolah disekat oleh
kemenangan dan kekalahan. Dan yang kalah pun juga
sering ngeributi yang menang. Ini
fenomena egoisitas yang seharusnya tidak ada, kalau memang adanya pemilu untuk
memberikan yang terbaik untuk rakyat. Bahkan proses menuju kepemimpinan yang
hakikatnya ada untuk rakyat pun harus dilakukan dengan saling sikut, saling
jegal, saling menuduh.

Pun
pula dengan keadaan sekarang. Persatuan dari berbagai kelompok untuk saling
bahu membahu membangun peradaban bangsa. Kemenangan bangsa adalah kemenangan
bersama. Bukan sebuah kebangaan yang sia-sia ketika kokohnya team work mampu
meruntuhkan egoisitas tiap-tiap individu atau kelompok. Ambisi terhadap
kekuasaan tak akan ada, apabila kesadaran bahwa yang sebenarnya menjadi raja dalam negara demokrasi adalah rakyat. Yang ada
adalah amanah terhadap keyakinan rakyat yang mesti dipikul dengan kemampuan dan
take action.
Pemerintahan yang diisi oleh berbagai kader fraksi
dari berbagai partai ada, untuk bekerja sama dan bersatu untuk kemajuan bangsa.
Bukan untuk saling sikut berebut benar dan ambisi kursi.
Salam
23 Maret 2014
"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri"