Memang bukan hal mudah untuk bisa menghayati
peran. Menjadi apapun butuh totalitas agar sesuai dengan apa yang dijalani. Terkadang
prihatin juga perlu ada, untuk menumbuhkan kesadaran tentang ketidaksesuaian
yang terjadi. Bukan berarti saya sudah sesuai dengan title
saya sekarang. Menjadi apapun itu. Usaha untuk memantas-mantaskan diri
kiranya bukan hal yang tidak baik untuk menumbuhkan nilai perubahan.
Kalau ada kiai –atau sudah disebut kiai- kok
berbuat kok terlibat kasus video asusila, sepertinya kok agak aneh untuk
didengar. Muskil. Atau tokoh negara (pejabat) yang tiba-tiba tersandung kasus korupsi. Kan ya saru. wong, dia seharusnya membela rakyat. Meski nyatanya masih saja ada.
Penghayatan peran inilah yang saat
ini harus mulai diciptakan. Dengan penghayatan tersebut, kita belajar untuk
menjadi sosok yang profesional dalam segala hal, apapun itu.
Pemulung yang mampu untuk menunjukkan sikap sebagai pemulung taraf internasional. Jangan hanya sekedar menajdi pemulung. Pemulung pun harus bisa menggunakan eksistensi kepemulungan dengan totalitas kerja. Gaya berfikir menjadi pemulung dan menjadikan profesi pemulung sebagai profesi yang diminati dalam bisnis dunia. Hal ini bisa muncul ketika dedikasi kehidupan pemulung benar-benar total dalam pekerjaannya. Penghayatan peran.
Pemulung yang mampu untuk menunjukkan sikap sebagai pemulung taraf internasional. Jangan hanya sekedar menajdi pemulung. Pemulung pun harus bisa menggunakan eksistensi kepemulungan dengan totalitas kerja. Gaya berfikir menjadi pemulung dan menjadikan profesi pemulung sebagai profesi yang diminati dalam bisnis dunia. Hal ini bisa muncul ketika dedikasi kehidupan pemulung benar-benar total dalam pekerjaannya. Penghayatan peran.
Pemulung yang mampu memproduksi barang-barang dari
hasil memulung tentu akan menjadi aset yang luar biasa. Barang-barang mereka
buat mampu bermanfaat untuk orang lain. Kalau sudah seperti ini, bagaimana
mungkin eksistensi pemulung tidak naik. Pemulung akan benar-benar menjadi
pekerjaan yang diminati banyak orang ketika para pemulung bersifat aplikatif dan menghayati
peran sebagai pemulung internasional. Mereka mendapat 2 pahal sekaligus.
Bermanfaat sebab membersihkan hal-hal yang tidak bermanfaat dari berbagai rumah
dan kawasan-kawasan. Lantas mengubahnya kembali menjadi barang-barang tersebut
ke rumah-rumah dan berbagai kawasan dengan bentuk yang bermanfaat.
Bahkan undang-undang tidak boleh ekspor bahan
mentah akan berubah, khusus untuk sampah. Permintaan sampah dari luar negeri
akan melonjak dengan adanya inovasi daur ulang dari sampah ini. Pengahayatan
dan profesonalitasnya hidup.
Tapi ketika pemulung bersifat stagnan dengan apa
yang dikerjakan. Pemulung hanya akan tetap menjadi pemulung. Kembali lagi, yang ingin
disampaikan adalah menghidupkan peran menjadi apapun itu. Sebab banyak peran
orang indonesia yang tidak dihayati dengan baik.
Seperti halnya pembantu yang mencuri barang majikannya (pejabat). itu kerjanya membantu dan meringankan beban majikan agar pikiran majikan tidak mumet. Tapi malah bikin mumet karena barang-barangnya malah dicuri. Ini namanya penyelewengan prosesionalitas pembantu.
Seperti halnya pembantu yang mencuri barang majikannya (pejabat). itu kerjanya membantu dan meringankan beban majikan agar pikiran majikan tidak mumet. Tapi malah bikin mumet karena barang-barangnya malah dicuri. Ini namanya penyelewengan prosesionalitas pembantu.
Atau berita kemarin berita dari Gresik. 4
mahasiswa STIKES ditangkap polisi sebab menggunakan narkoba. Yang saya tau,
yang STIKES itu tempat belajar tentang kesehatan. Dan yang saya tau juga,
narkoba ndak sehat.. Kalau yang akan bekerja mengurusi orang yang tidak
sehat untuk menjadi sehat saja mengonsumsi barang yang tidak sehat. Bagaimana
masa depan kita bersama. Jangan-jangan selama ini orang yang sakit berhubungan
barang yang tidak sehat sebab melakukan interaksi dengan orang yang tidak sehat
akalnya. Ini namanya tidak menghayati peran.
DPR (baca: pejabat pemerintah) yang tidak berperan
menjadi abdi rakyat juga perlu dipertanyakan kesehatan akal dan perasaannya.
DPR yang menyeleweng dari kerja untuk rakyat itu sama halnya cerita diatas. Penghayatan
perannya tidak ada. DPR yang tidak mampu bekerja yang patut untuk disamakan
dengan cerita diatas. Sebab ada yang lebih parah. Yaitu DPR yang menyengsarakan
rakyatnya.
Salam
27 Maret 2014
Tulisannya mengandung arti dan pesan moral untuk direnungkan dengan baik bang...
BalasHapusTapi kalo gagal menjalankan peran sebagai jomblo gara-gara [...], gimana bang ?
OOT yah ? Okeh lupakan
yapp benar.. tapi semuanya nggak sesuai sebagaimana peran yang didapat.. terkadang anak kecil yang seharusnya sekolah malah berserakan di jalan dikarenakan sesuatu.. hmmmm menyedihkan memang kalau dihayati dan di resapi.. semuanya kembali pada pribadi masing-masing aja :3 unya kesadaran apa nggak.. gitu :)
BalasHapusyah gitulah bang,, intinya banyak pejabat yg kurang kesadaran nya tentang pendidikan melawan korupsi. Tapi ada juga yg difitnah akibat terlalu percaya sama orang, contohnya yah, tau lah pasti siapa.. haha
BalasHapusTulisannya keren. Ada pesannya.
BalasHapusSaya pernah lihat pemulung rumahnya bagus. Mungkin itu bagian dari pemulung taraf internasional. :)
Peran tergantung sama pribadi masing-masing. Bener kata komentar yg diatas nih. Punya kesadaran atau tidak. :)
Mungkin profesionalitas kali ya yang dimaksud menghayati peran di sini. Kalo udah begitu sih memang kesadaran masing-masing. Pelajar juga sering gak menghayati peran mereka. Dikasih PR malah gak dikerjain. Padahal baru PR belum ditambahin D depannya.
BalasHapustulisan-nya keren, mengkritisi pemerintah dan banyak pekerja untuk selalu bisa menghayati setiap peran-nya. Bener banget, apa pun profesi-nya kalau tidak di kerjakan tidak sesuai peran-nya, sama aja sia-sia. Untuk pejabat pemerintah juga harus bisa bekerja sesuai peran-nya dengan hati, biar rakyat-nya juga sejahtera.
BalasHapusintiya totalitas kerja, selalu memantaskan diri, merasa kurang sempurna. ini pemikiran yang memotivasi banget.
BalasHapusmemang yah, hal kecil seperti menjadi pemulung kalo dimaksimalkan bakal menjadi bisnis yang besar....
kalau begitu, bagaimana dengan pekerjaan lainnya yang lebih tinggi dari pemulung. pasti lebih berpotensi.
ada pepatah dari madura "lakona lakone, kennenganna kennenge"
BalasHapusartinya kira2 gini. kerjakan sesuai pekerjaanmu dan tempati sesuai tempatmu (jabatan, kewajiban dll)
melalui tulisan mas yang cukup singkat, disana terdapat moral yang kuat.. eke ngefens dan pengen banget nyoba nulis begituan :D
Artikel bagus. Coba kalau dikirim ke media cetak. :) Ini mengena banget. Soal gagal peran dalam kehidupan bermasyarakat bangsa Indonesia ini. Emang banyak banget contohnya. Gagal peran bisa berupa kurangnya kesadaran diri untuk bertanggung jawab melakoni alur kehidupan yang diharuskan. Entah itu peran sebagai pejabat, pembantu, pemulung, pelajar, atau sekadar ibu rumah tangga.
BalasHapusDalam peran yang kita lakoni, ada amanah besar dari-Nya.
Salam kenal, ya, Moti. Ini kunjungan pertamaku sebagai keluarga BE. :)
keren ya ada pemulung yang mendaur ulang hasil mulungnya.. kreatif dan ulet kalo kayak gitu. masalah DPR yang korupsi sebenernya itu bukan gagal peran, tapi mereka udah berperan dengan baik.. karena peran yang sesungguhnya jadi pejabat itu ya dengan korupsi itu... begitulah~
BalasHapusWah bener juga ya, kadang kita selalu gak bertindak sesuai peran. Selalu saja bertindak diluar peran. Kalo ada sutradara kita mah bisa langsung di cut. Sutradaranya Tuhan pastinya. Kita selalu bertindak diluar skenario, sehingga sering melakukan kesalahan. :D
BalasHapus