Oke, sesuai
janji setelah dapat teguran berupa award. Saya ikut lagi di Best Artikel. Bukan
untuk ngincer Award. Kagak sama sekali.
Asli, nggak bohong. Intinya biar Best Artikel ini bisa rame. BE juga makin
berkibar.
Langsung ke
Tema. Soal PHP. Sebenernya sih banyak cerita soal PHP. Nggak banyak-banyak amat
sih. Ada. Ya, ada. Ini kayaknya lebih pas. Cuman, dari sekian yang ada itu, kebanyakan
saya yang jadi tersangka. Jadi, demi menutup aib kemanusiaan. Saya kemukakan
yang saya pas jadi korban. Biar bisa cerita lebih dramatis dan terkesan nggak
ada yang ditutup-tutup. Riiil.
Ini sekaligus
curhat juga sih. Kalau mungkn nanti temen-teman yang lain bahas PHP sama
pasangannya, temennya, satpam kampus, ibu-ibu kantin. Saya bakalan ngasih
cerita berbeda. Ini bakalan nyeritain PHP Server. Keren ya judulnya, udah kayak
anak kuliahan multimedia. Tapi yang keren judulnya doang, saya jamin. Isinya
biasa banget. Atau malah, jelek banget. Tapi demi harkat martabat kepenulisan
yang nggak boleh kenal kata jelek untuk bisa jadi produktif. Kayaknya biasa
banget, lebih pas. Meski, ya, agak berbau maksa-maksa dikit.
Mungkin semua
pernah ngalamin di kecewain sama server yang berkoalisi sama keong. Lambat
stadium empat.
Jadi ceritanya
di pondok itu nggak ada TV. Bukan nggak ada sih sebenernya. Tapi emang Cuma
dipake kalau ada acara-acara penting. Contoh moto GP, el-classico, sama TIMNAS-19
pas main ~~ nggak selalu~~. Nah, buat yang Gila Bola akhirnya cuma bisa
meratapi nasib nggak bisa nikmati big match atau liat klub favorit maen.
Solusinya
adalah, internet. Ya, internet. Dulu pas masih ada wifi, streaming bukan soal.
Lancar jaya. Tapi ketika wifi dipindah ke kantor majalah yang baru. Kita, saya,
yang pecinta Cuma bisa ngiler bayangin Graeth Bale mengobrak-abrik pertahanan
Barcelona. Tapi apa daya, yang saya bisa cuma ngebayangin, ya, ngebayangin.
Semua itu
sedikit terobati ketika ada salah satu teman yang punya modem. Dan jam 2 pagi
bukan waktu lumrah untuk online bagi manusia normal. Untuk hal ini, saya sering
tidak normal. Otomatis modem tergeletak tak mendapat perhatian. Sebagai
laki-laki yang baik, saya harus menyelamatkan nasibnya untuk tetap menjadi
tujuan ia diciptakan.
“sekali-kali
modem tidak diciptakan untuk tergeletak. Namun untuk menjadi alat berseluncur
ke internet”
Akhirnya modem
tersebut bahagia setelah saya selamatkan dari juragannya yang tega-teganya
membiarkan ia tergeletak tak berdaya. Seperti jin yang keluar dari botol, ia
seolah mengatakan, “Aku beri kalian satu permintaan”. Sebagai laki-laki yang
memahami karakter lawan jenis, saya tidak meminta sesuatu diluar kemampuannya. “Permintaan
saya Cuma satu, jadilah alat untuk bisa streaming pertandingan pagi ini”.
Saya sama sekali
tidak memasang wajah curiga. Tak ada dalam gurat wajahku. Ia memiliki bentuk
bak bidadari yang turun dari langit dan mengatakan salam bersama senyum manis.
Aku hanya mampu yakin ia banyak membantu. Ya, yakin, pada waktu. Dan sekarang,
keyakinan itu buyar ditelan kenyataan.
Semua tak
seperti janji manis yang tentang satu permintaan yang telah ia berikan. Kataku
saat itu hanya satu, “Asem”. Kata itu mesti bersyukur sebab telah menjadi
pilihan kata yang keluar dari pergerakan lidahku. Modem itu bergerak lambat
seperti keong yang mengangkat barang 10 ton. Masyaallaaaah, inilah koalisi
internet dengan keong yang paling menyebalkan di dunia. Kata Prie GS dalam
salah satu tweetnya, “petani menunggu hujan itu tak lebih menyebalkan dari
menunggu email terkirim di internet yang lelet”
Ingin rasanya
mengatakan padanya dengan penuh intonasi emosi “Mana janji manismu. Mencintaiku
sampai mati”. Oke, fix. Salah syair.
Modem itu saya
balik, bertulis 7,2 mbps. Seharusnya ini nggak bakalan se-keong-ini. tapi
seperti itulah janji-janji palsu. PHP penuh dalih. Soal jaringan sedang ada
gangguanlah, jalanan macet lah, lagi ada demolah, dan dalih-dalih yang lain
agar tidak disalahkan karena ngeongnya sang modem.
Buka google saja
servernya sampai berkeringat. Apalagi streaming, jika itu di analogikan
manusia. Tentu tak lama akan membuatnya masuk rumah sakit dan di opname.
Tanganku memegang tubuhnya yang masih tertancap di laptop dengan penuh emosi, “badannya
panas” pikirku. Tapi saya tak mudah percaya dengan dirinya yang pura-pura
berbadan panas. Seperti beberapa dekade lalu, seorang pejabat yang selalu
pura-pura masuk rumah ketika akan sidang.
Maka mulai saat
itu, saya berhenti gerilya malam untuk menyelamatkan nasib modem tergeletak
itu. Cukup cerita janji palsu itu janji pelajaran berharga. Bahwa tak selamanya
manusia akan terus berbohong. Juga tak selamanya modem yang hanya diam, menyala
tanpa kebohongan.
Salam
Möti
Peacemaker
17 Mei 2014
"Tulisan ini diikutsertakan dalam Best Artikel Blogger Energy"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar