Percik.id semakin kesini semakin menunjukkan progres baik. Setidaknya dari semangat menulis yang semakin tampak. Kemarin kita juga menggagas untuk membuat lomba menulis esai. Betapa keinginan untuk menghidupkan literasi begitu tinggi. Tinggal bagaimana kontinuitas itu dijaga dengan baik dan bertahan lama.
Di jaman Raditya Dika sedang moncer-moncernya dengan buku “Kambing Jantan”-nya, banyak orang kemudian berbondong-bondong menjadi blogger. Tak lain karena buku tersebut diambil dari tulisan Raditya Dika yang bercerita tentang kehidupannya di Negeri Kanguru di blog pribadinya. Karena mendapatkan antusias pembaca yang luar biasa, kemudian tulisannya diangkat menjadi buku, bahkan menjadi film. Maka tak heran, kemudian banyak orang membuat blog.
Sejak di Komunitas Belajar Waskita, entah mengapa, saya sangat menyukai membuat hal-hal yang berhubungan dengan tulisan. Saya mungkin tidak sangat produktif dalam menulis, tapi sangat bersemangat dan berbahagia ketika orang mau menyalurkan gagasan mereka lewat tulisan. Bagi perjalanan hidup saya ketika itu adalah mencetak 12 buku anak-anak Komunitas Belajar Waskita.
Sudah sangat lama saya tidak berkutat serius dengan dunia blog. Beberapa tahun lalu, hari-hari saya seolah serius dengan berbagai omelan di blog ini. Tapi pasca kehidupan menulis di dunia nyata menyita waktu dan tenaga, perlahan aktivitas itu tumbang juga.
Para pecinta bola dengan cinta membara pada tanah air tentu akan kecewa luar biasa jika Indonesia tumbang dalam pertandingan. Tapi naasnya, DNA kekalahan kita lebih terasa daripada DNA juara. Harapan kemenangan kita besar, tapi yang terjadi ternyata tidak seperti itu. Kita masih saja jadi tim jago kalah.
Dulu, ketika persaingan Ronaldo dan Messi dalam mengabsahkan diri mereka menjadi pemain terbaik dunia, orang-orang pecinta bola sejagad ikut mengukuhkan salah satu dari meraka yang lebih pantas menyandangnya. Ya wajar kalau mengunggul-unggulkan, sekalipun toh pada proses penentuannya tak terpengaruh oleh komentar pakar di media masa, apalagi cuma komentar yang berseliweran di media sosial.
Selasa, 18 Desember 2018, peristiwa jalan ambles terjadi di Jalan Raya Gubeng, tepat depan gedung BNI. Tidak menelan korban memang, tetapi peristiwa tersebut tentu aneh, mengingat hal itu terjadi di tengah kota. Dan tentu kejadian itu menghambat beberapa orang yang biasa melewati jalan itu ketika bekerja.
Pada “musibah” yang ditulis oleh Samuel Mulia di kolom “Parodi” Kompas (19/8), banyak sekali keluhan tentang kejadian-kejadian berderet yang menimpanya. Dengan rentetan itu, ia merasa tidak nyaman. Lantas memaparkan sedikit pelajaran, dari dominasi kesedihan dan kegelisahan yang menghinggapinya. Tapi dari rangkaian itu, pembaca menjadi tahu, bahwa tulisan berisi tentang kesedihan-kesedihan itu menjadi bacaan yang dianggap Kompas layak muat. Bahkan dimuat tiap minggu dengan genre yang kurang lebih sama. Dan sampai pada kesimpulan, untuk menjadi tulisan yang dianggap orang lain bagus, ada prosesi yang bahkan kadang berliku dan menyedihkan. Pembaca tak banyak tahu soal ini. Yang mereka tahu, tulisan jadi! Titik.
“Mutu kerja masyarakat ditentukan oleh mutu Pendidikan. Mutu pendidikan
ditentukan oleh mutu industri media, khususnya mutu penerbitan buku-buku”
Frans M Parera menyatakan hal itu untuk membuat gambaran, betapa KKG (Kelompok Kompas Gramedia) sejak awal berdiri (1960-an) telah sadar dan menempatkan buku-buku di posisi yang layak dan terhormat (KOMPAS: Menulis dari Dalam). Media menjadi memegang peran penting dalam perkembangan pikiran manusia. Kemajuan berpikir, dalam pandangan kapitalisme, adalah alat nyata untuk meningkatkan kinerja dan kualitas. Tetapi pada dasarnya, perkembangan pikiran manusia adalah faktor kunci kemajuan dalam banyak hal.
Beberapa tahun yang lalu, blog ini hidup (2010 mungkin). Dari sekedar iseng latihan bikin blog, sampai benar-benar menikmati menulis di dalamnya. Banyak gagasan dan curahan yang saya tulis di sini. Dan perlahan, saya mulai meninggalkannya. Dulu, saya bisa mengisinya 3 hari sekali. Kadang lebih, kadang kurang. Setidaknya, saya tidak membiarkannya tak berpenghuni tiap pekannya. Tapi sejak 2017, saya menulis kurang dari 10 posting. Bahkan belum sama sekali di 2018. Menakjubkan sekali.
Memburu pemain sampai mendapatkannya merupakan salah ciri syahwat besar Real Madrid. Harga bukan jadi soal. Itu yang membuat deretan pemain termahal dunia, di isi oleh nama-nama dari pemain el Real. Mulai Figo, Zidane, Kaka, Ronaldo, sampai Gareth Bale. Dan terakhir, yang santer dibicarakan adalah Kyrlian Mbappe. Harga yang dipatok As Monaco mencapai 180 juta poundsterling. Harga yang jauh di atas di atas harga Pogba yang menjadi pemain termahal dunia saat ini. Pemain kewarganegaan prancis bernomor punggung 6 tersebut ditebus oleh Manchester United dengan harga 89 juta poundsterling. Dan menilik performanya musim lalu, harga Pogba tidak banyak berbicara. Ibrahimovic yang dibeli dengan status free tansfer malah menjadi icon bagi Manchester menyabet tittle juara Liga Europe.
Moti Peacemaker
Moti Peacemaker
Blog Personal
Blog ini telah mulai berdiri sejak 2010. Pernah mengalami masa jaya, meski tidak lama. Tahun 2016 menjadi titik awal turunnya blog ini ke titik terendah. Sampai tahun ini, blog ini masih berusaha bangkit kembali dengan ala kadarnya. Semoga bisa merengkuh kembali masa-masa produktif mengisi blog ini