Saya awali tulisan ini dengan rasa prihatin yang sangat atas terselenggaranya pemilu di Indonesia. Semoga segera bertaubat. Amiin.
<<<<<<<<<<<<>>>>>>>>>>>>
Nah, masa depan pemerintahan Indonesia sudah ditentukan kemarin tanggal 14 februari lalu –ikut stress, lupa tanggal--. Siapa yang menduduki kursi parlemen sudah dipilih. Dan sejarah sudah mencatat, pemilu curang ternyata tak berkurang. oh, shiiit. Ternyata bukan hanya main game yang bisa dicurangi. Mau dibawa kemana hubungan kita, eh, maksudnya masa depan Indonesia. Penentuan yang serius saja main-main. Huft...mengelus dada kucing.
Lalu ketika nanti para caleg benar menjadi wakil rakyat, oh...betapa malangnya kita. Rakyat Indonesia akan dipermainkan dengan kebijakan-kebijakan yang tidak kompeten. Lantas apa yang terjadi dengan masa depan Indonesia? Saya juga tidak tau, mungkin ki Joko Bodo mampu menjawabnya. Tapi saya juga tidak yakin.
Caleg yang ada terlalu PD untuk mencalonkan diri, merasa pantas. Padahal, kalkulasi saya pribadi. Tak lebih dari 50 % yang kompeten dalam bidang politik dan kebijakan-kebijakan pemerintah <<kalkuasi data bersifat spekulatif>>. Entahlah, bagaimana nanti masa depan bangsa yang sudah dibeli sejak pemilihan wakil rakyat. Yang orasi PD dengan cara bajingan. Merasa paling pantas, merasa paling unggul, bahkan dengan menenggelamkan yang lain. Astaghfirullah, sabar...sabar...
Tapi waktu kecil saya pernah bermimpi, akan mencalonkan DPR atau presiden dengan berorasi bak soekarno. Tapi setawadlu’ Gus Mus. Entah bagaimana caranya, saya tetap menginginkan hal tersebut.
Sedikit cerita, Bapak dulu sempat menjadi anggota DPRD pada tahun 1998-2004. Dasarnya saya sejak kecil suka iwan fals, setiap kali Bapak akan berangkat ke kantor, saya selalu memutar Surat Buat Wakil Rakyat (mungkin waktu itu saya sekitar umur 4 atau 5 tahun). Bukan untuk memojokkan, tapi untuk mengingatkan bahwa “dikantong safarimu kami titipkan, masa depan kami dan negeri ini,dari sabang, sampai marauke”. Bapak saya berbeda dengan caleg-caleg yang ambisius. Ketika orang-orang ngebet menduduki jabatan DPR kembali, Bapak saya malah tidak mau lagi diajukan menjadi DPR. Saya tidak tau alasanya, mungkin karena tau seluk-beluk pemerintahan yang Abu-abu <<mungkin>>
Kembali ke topik permasalahan, yaitu mimpi saya berorasi ala Soekarno dengan rasa tawadlu’nya Gus Mus. Kira-kira mungkin seperti ini yang akan saya orasikan.
“Saudara-saudara setumpah darah dan setanah air. Momen pemilu adalah momen perubahan nyata yang akan terjadi untuk Indonesia. Saya berdiri disini, dicalonkan, bukan mencalonkan, saya dicalonkan oleh diri saya sendiri untuk maju. Bukan untuk mencari kerja. Meski saya pengangguran, tapi selama ini saya tetap bisa makan. Dan TIDAK AKAN menjadikan momen pemilu sebagai cari kerja.
Kita adalah bangsa yang besar. Tentu saja kodrat kita adalah menjadi besar. Jika saat ini bangsa kita akan bagian dari injak-injak negar asing, ini adalah kesalahan kita. Kesalahan pemerintah, kesalahan rakyat dalam memilih pemimpin. Kita seharusnya menjadi aset penting dalam percaturan peradaban dunia dan dipentingkan. Dianggap oleh negara asing. Sekali lagi, kita lebih dari cukup untuk menjadi bangsa yang besar.
Saya tidak menghimbau saudara sekalian memilih saya. Tidak ada gunannya saya duduk dikursi pemerintahan tanpa dukungan dari saudara sekalian, keyakinan saudara sekalian. Pemerintahan bukan taman bermain, apalagi ring tinju. Parlemen yang akan saya duduki adalah tempat dimana masa depan bangsa ditentukan. Jangan pilih saya ketika saudara sekalian tidak yakin dengan kemampuan yang saya punya. Jangan pernah memilih saya karena orang besar yang menjadi background saya. Tidak ada gunannya saya bersandar pada nama orang besar untuk mendapat suara dari saudara sekalian. “Hanya caleg tak bermental yang memasang nama orang besar untuk mendongkrak suara demi ambisi mendapat kursi”. Ayahnya Aura kasih, Pak Leknya Luna Maya, Kaki Tangan Gus Dur, Muridnya Bang Latep, Teman main kelerengnya Bang Edotz. Sekali lagi, hanya orang tak bermental yang memasang nama dan gambar orang besar dibelakang spanduk wajahnya.
Saya tidak punya visi misi. Semua akan bergerak sesuai keadaan yang berjalan saat saya berada di kursi parlemen nanti. Satu hal yang pasti, saya akan berusaha memajukan Indonesia ketika nanti mendapat mandat amanah dari saudara sekalian dengan kebijakan yang harus ketemu dan yang terbaik. Dan tidak mendapat amanah adalah masa depan yang lebih baik untuk saya. Sebab amanah kepemimpinan bukan tanpa pertanggungjawaban, dan tanpa hasil nyata, saya akan mendapat halangan kelak untuk lulus menjadi manusia yang sebenarnya, sebagai Hamba Tuhan yang hanya diperintahkan beribadah kepada-Nya.
Kelak saya adalah wakil saudara sekalian, pembantu saudara sekalian. Tidak mendengarkan aspirasi dari saudara adalah kebodohan bagi saya. Dan siapapun silahkan memberikan kritik dan saran dalam kinerja saya, bahkan saya nyatakan wajib. Saya tidak bekerja untuk diri saya, tapi untuk urusan saudara sekalian. Maka ketika ada apa-apa, datang ke saya. Kita diskusikan jalan keluarnya. Saya bukan hanya wakil dalam parlemen, tapi juga seluruh kegiatan yang berkaitan dengan rakyat. Dalam urusan terkecil sekalipun. Kalau tidak bersedia menjadikan saya sebagai tempat bertumpu dalam berbagai urusan dan menjadikan tempat bernaung dalam hal-hal yang berurusan dengan kehidupan masyarakat. Lebih baik jangan pilih saya.
Turunkan saya dari kursi pemerintahan ketika ternyata saya tidak mampu mengemban tugas saya di parlemen nantinya. Itu jauh lebih baik daripada membiarkan kebobrokan berlanjut. Anda punya hak atas diri saya, sebab saya adalah pembantu saudara sekalian.
Kata yang terakhir dari saya
“Kita butuh caleg yang membangun bangsa dengan desain interior yang indah. Indah dalam segala hal. Keindahan yang murni keindahan. Kebersamaan yang utuh. Tidak berambisi mendapat kursi dan bekerja untuk diri sendiri. Bangsa kita harus besar, harus maju. Dan salah pergerakan nyata adalah dengan pejabat yang berkualitas. Hidup Indonesia. Sekali lagi, jangan pilih saya kalau saudara sekalian tidak yakin dengan saya”
Salam
Moti Peacemaker
21 April 2014
Eh, gimana. Keren kan ya...wkwkwkwkwk. saya nggak tau itu udah kayak mimpi saya orasi seperti Soekarno atau belum. Kalaupun tidak, saya akan bedalih,:
Karena lebih baik menjadi diri sendiri. Akakakakakakaka
Salam
"Tulisan ini diikutsertakan dalam Best Article Blogger Energy"